Pernahkah Anda merasa gelisah saat tidak memegang ponsel, khawatir ketinggalan berita atau tren terbaru? Atau mungkin, Anda pernah melakukan sesuatu hanya karena semua orang melakukannya? Fenomena ini dikenal sebagai Fear of Missing Out (FOMO)—ketakutan akan kehilangan momen berharga yang dialami orang lain. Tapi, apa sebenarnya yang membuat kita begitu takut tertinggal? Apakah ini sekadar keinginan untuk mengikuti tren, atau ada ketakutan yang lebih mendalam tentang makna hidup kita?

Baca lebih lanjut

Seorang ibu, kita panggil saja Mawar, memiliki pandangan yang ideal mengenai pengasuhan dan berbagai rencana dalam hidup, terutama yang berkaitan dengan keluarga dan anak. Ia mengira bahwa hidup akan penuh dengan bunga dan pelangi. Atau dengan kata lain, semua akan indah dan berjalan sesuai rencana. Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu. Rencana yang dibuatnya tidak berjalan dengan mulus, berakhir berantakan, bahkan disertai dengan dampak pada kesehatan mental dan fisiknya, seperti kelelahan, burnout, hingga stres yang berlarut-larut. Reaksi emosional seperti kecewa, marah dan sedih pun rentan untuk terjadi. Apakah Anda pernah mengalami hal serupa?

Baca lebih lanjut

Natal adalah hari raya umat Kristiani yang dirayakan pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Namun, kasih dan sukacita natal juga ikut dirasakan oleh banyak orang. Suasana sebelum atau bahkan setelah Natal secara magis mampu menghadirkan kebahagiaan. Lalu, apa yang menjadikan momen natal bisa membawa kegembiraan bagi kita?

Baca lebih lanjut

Saat sedang scrolling artikel di media sosial, penulis menemukan pertanyaan ini: “Apakah Anda lebih memilih membesarkan anak yang bahagia (happy child) atau anak yang resilien (resilient child)?” Sejenak penulis berpikir, tentu saja baiknya anak yang bahagia dan resilien. Namun, seringkali pola asuh orang tua cenderung jatuh ke salah satu di antaranya. Jika ingin anak bahagia, manjakan agar ia senang; jika ingin anak resilien, didiklah dengan keras agar ketika ia menghadapi kesulitan dalam hidup ia sudah terlatih. Namun, apakah betul demikian? Apakah ada cara membesarkan anak sehingga ia menjadi anak yang bahagia dan sekaligus resilien?

Baca lebih lanjut

Sedekah merupakan sebuah amalan yang mungkin tiap orang pernah lakukan. Secara umum sedekah dipahami sebagai sarana memberikan sesuatu barang atau apapun yang bersifat materi kepada orang lain dengan niat karena Allah SWT. Namun, sebenarnya sedekah tidak terbatas hanya pada pemberian materi, melainkan juga mencakup pemberian sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, seperti, memberikan informasi yang benar dan menuntun orang tua atau anak-anak yang hendak menyebrang. Maka dari itu, sedekah sejatinya mengandung unsur kebenaran, kejujuran, keikhlasan atau kerelaan hati seseorang dalam memberikan sesuatu dengan mengharapkan ridha Allah SWT. “Eudaimonia” atau kebahagiaan sejati pada hakikatnya bukan hanya tentang hidup yang bermandikan kesenangan dan kenikmatan, melainkan hidup yang bermakan di mana virtues (kebajikan) dari individu telah disalurkan dengan penuh. Manusia dapat meraih kebahagiaan dengan melakukan perbuatan positif, mengurangi emosi negatif, dan meningkatkan emosi positif. Kebahagiaan juga dapat dipengaruhi oleh kepuasan hidup, lingkungan di luar kontrol diri, dan tindakan yang bersifat sukarela. Salah satu aspek

Baca lebih lanjut

Dalam perjalanan hidup, setiap peristiwa yang dilewati akan mendatangkan berbagai warna emosi. Ada kalanya kita sedih, ada kalanya sedih terganti dengan senang. Kadang kita menghadapi situasi yang memalukan, tapi ada titik di mana kita berjumpa dengan rasa bangga. Terkait dengan ragam emosi tersebut, kebanyakan manusia kemudian akan mengupayakan suatu kondisi yang disebut: Bahagia. Katanya, Bahagia adalah tujuan.

Baca lebih lanjut

Memiliki anak seringkali dianggap menjadi salah satu sumber kebahagiaan bagi pasangan menikah. Apalagi bagi pasangan yang tinggal di lingkungan dengan nilai pro natalis (mendukung kelahiran) yang kuat seperti Indonesia. Namun demikian, ternyata sebuah riset empiris yang dilakukan di Jerman menunjukkan bahwa tidak selalu pasangan orangtua lebih bahagia dibandingkan pasangan yang tidak memiliki anak. Penelitian tersebut dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengapa kehadiran anak tidak berdampak pada meningkatnya kebahagiaan pada orangtua. Secara khusus, penelitian yang diterbitkan tahun 2014 tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana cost yang dikeluarkan dalam membesarkan anak berperan dalam menurunkan kepuasan hidup. Lalu, mengapa kehadiran anak yang secara umum dianggap mendatangkan kebahagiaan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya?

Baca lebih lanjut

Selama ini, perdebatan mengenai uang sebagai sumber kebahagiaan terus mengemuka. Tidak sedikit yang meyakini bahwa uang yang kita punya tidak menjamin kebahagiaan yang kita rasakan. Namun, sejumlah orang lainnya justru beranggapan sebaliknya: uang merupakan faktor penting untuk mendapatkan kebahagiaan. Benarkah demikian? Sebuah penelitian menunjukkan bahwa uang bisa membeli kebahagiaan, asalkan

Baca lebih lanjut

Kebahagiaan sering dianggap sebagai salah satu pilar kualitas hidup. Namun, pada kenyataannya tidak selalu demikian. Sebuah penelitian yang meninjau sejumlah penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa ada kalanya pada kondisi dan situasi tertentu, kebahagiaan justru memiliki konsekuensi negatif terhadap kesejahteraan psikologis. Lalu, kapan kebahagiaan menampilkan sisi kelamnya?

Baca lebih lanjut