Citra sebuah perusahaan sebagai tempat kerja kini tidak lagi cukup dibangun lewat laman resmi atau brosur perekrutan. Justru karyawanlah yang sering menjadi “wajah” paling nyata bagi publik. Melalui media sosial pribadi, mereka membagikan pengalaman sehari-hari di kantor—mulai dari cerita kerja, pencapaian, hingga rekomendasi produk. Fenomena ini dikenal sebagai Employee-Generated Content (EGC), yaitu konten yang dibuat dan dibagikan karyawan secara sukarela di akun pribadinya.

Baca lebih lanjut

Di jagat media sosial, istilah Chindo semakin sering terdengar. Sebutan ini merujuk pada warga keturunan Tionghoa yang lahir dan hidup di Indonesia, sekaligus menjadi bagian dari bangsa ini. Secara harfiah, Chindo berasal dari gabungan kata China dan Indonesia. Penyebutannya terasa lebih segar dan kekinian, mirip dengan istilah Afro-American di Amerika Serikat. Yang membedakan, istilah ini juga membawa nuansa yang lebih halus, terutama bila dibandingkan dengan kata “Cina” yang lekat dengan sejarah kebijakan diskriminatif sejak era 1960-an.

Baca lebih lanjut

Pernahkah Anda merasa ide-ide segar justru muncul saat sedang murung, bukan ketika bahagia? Atau sebaliknya, Anda lebih mudah menemukan solusi ketika sedang bersemangat? Ternyata, hubungan antara suasana hati dan kreativitas tidak sesederhana yang kita bayangkan. Sebuah riset menemukan bahwa suasana hati—baik positif maupun negatif—dapat memengaruhi kreativitas seseorang, tergantung pada tipe kepribadiannya: ekstravert atau introvert.

Baca lebih lanjut

Di era ketika karier dan kebebasan pribadi sering menjadi prioritas, semakin banyak anak muda memilih hubungan tanpa status (HTS) – sebuah bentuk relasi romantis tanpa label komitmen, maupun tujuan jangka panjang. Data BPS menunjukkan penurunan angka pernikahan di Indonesia sebesar 7,5% pada 2022, yang mencerminkan perubahan nilai sosial yang signifikan. Apa sebenarnya yang membuat hubungan tanpa ikatan ini begitu menarik, sekaligus berpotensi menyakitkan?

Baca lebih lanjut

Pernahkah Anda merasa gelisah saat tidak memegang ponsel, khawatir ketinggalan berita atau tren terbaru? Atau mungkin, Anda pernah melakukan sesuatu hanya karena semua orang melakukannya? Fenomena ini dikenal sebagai Fear of Missing Out (FOMO)—ketakutan akan kehilangan momen berharga yang dialami orang lain. Tapi, apa sebenarnya yang membuat kita begitu takut tertinggal? Apakah ini sekadar keinginan untuk mengikuti tren, atau ada ketakutan yang lebih mendalam tentang makna hidup kita?

Baca lebih lanjut

Di usia 3-6 tahun, anak prasekolah bagai spons yang menyerap segala hal di sekitarnya. Masa ini disebut the golden period—saat otak berkembang pesat, emosi mulai terbentuk, dan kepribadian mulai terlihat. Tapi bagaimana jika fondasi ini rapuh? Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) deni tahun 2013 menunjukkan, hampir 15% anak prasekolah di Indonesia mengalami masalah sosial-emosional seperti kecemasan atau agresivitas. Jika diabaikan, ini bisa menjadi bom waktu yang mengancam kesiapan mereka menghadapi dunia.

Baca lebih lanjut

Konser musik seharusnya menjadi momen penuh euforia dan kebersamaan, tetapi bagaimana jika kegembiraan itu berubah menjadi kerusuhan? Inilah yang terjadi pada konser Bring Me The Horizon (BMTH) di Jakarta, 10 November 2023 yang lalu. Setelah hanya 45 menit berlangsung, konser terpaksa dihentikan karena masalah teknis. Alih-alih pulang dengan tenang, penonton merespons dengan kemarahan: botol minuman beterbangan, properti konser dirusak, dan panggung diserbu. Apa yang membuat sekelompok orang yang datang untuk bersenang-senang tiba-tiba berubah menjadi agresif secara kolektif?

Baca lebih lanjut

Kasus pembunuhan di Palembang oleh empat remaja beberapa waktu lalu menjadi alarm mengerikan tentang bagaimana paparan konten kekerasan dan pornografi bisa berpotensi memicu perilaku kriminal. Meski tidak semua konsumsi pornografi berujung kekerasan, kombinasi faktor seperti tekanan teman sebaya, minimnya pengawasan, dan ketidakstabilan emosional dapat menjadi “bom waktu” bagi remaja yang otaknya masih berkembang. Lalu, bagaimana pornografi mengubah cara otak bekerja, hingga memicu risiko kekerasan seksual?

Baca lebih lanjut

Pernahkah Anda merasa lebih mudah marah atau enggan membantu orang lain setelah begadang semalaman? Ternyata, ini bukan sekadar perasaan subyektif. Sebuah penelitian menemukan bahwa kurang tidur secara signifikan mengurangi kemauan kita untuk berbuat baik, bahkan dalam tindakan sederhana seperti memegangi pintu untuk orang lain. Studi ini mengungkap mekanisme biologis di balik hubungan antara tidur dan perilaku prososial, menegaskan bahwa tidur bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga kunci untuk menjaga kemanusiaan kita.

Baca lebih lanjut

Pada bagian sebelumnya, kita sudah membahas bagaimana matematika sering kali dianggap menakutkan karena persepsi sosial dan tekanan eksternal. Namun, ketakutan ini juga dipengaruhi oleh cara matematika diajarkan sejak dini. Penting bagi anak untuk memiliki daya lenting atau resiliensi matematika. Apa itu dan bagaimana metode pengajaran bisa membangun “daya lenting matematika” (mathematical resilience) atau justru sebaliknya menumbuhkan kecemasan?

Baca lebih lanjut