Di era ketika karier dan kebebasan pribadi sering menjadi prioritas, semakin banyak anak muda memilih hubungan tanpa status (HTS) – sebuah bentuk relasi romantis tanpa label komitmen, maupun tujuan jangka panjang. Data BPS menunjukkan penurunan angka pernikahan di Indonesia sebesar 7,5% pada 2022, yang mencerminkan perubahan nilai sosial yang signifikan. Apa sebenarnya yang membuat hubungan tanpa ikatan ini begitu menarik, sekaligus berpotensi menyakitkan?
Tag: hubungan romantis

Tidak semua hubungan romantis berjalan mulus. Awalnya mungkin terasa indah, penuh perhatian dan janji setia. Namun, seiring waktu, beberapa hubungan justru berubah menjadi penuh kontrol dan kekerasan. Yang mengejutkan, meskipun mengalami perlakuan buruk, beberapa korban tetap bertahan dan bahkan membela pasangannya. Fenomena ini dikenal sebagai Stockholm Syndrome.

Bagi pengguna aktif media sosial saat ini pasti sudah sangat familiar dengan istilah “Daddy Issues”. Namun, istilah ini seringkali disalahpahami oleh banyak orang. Daddy issues sendiri bukanlah istilah medis ataupun psikologis yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), tetapi istilah ini memang sering digunakan di media sosial atau kehidupan sehari-hari untuk menggambarkan perempuan yang memiliki pasangan pria yang umurnya lebih tua. Jadi, apa sebenarnya daddy issues itu?

Cemburu bukan kata yang asing lagi bagi mereka yang sedang menjalani hubungan percintaan. Cemburu dapat dialami oleh semua kalangan usia, tetapi pada masa remaja cemburu sering kali terjadi. Remaja memiliki emosi yang kurang stabil dan dapat dibilang masih cukup labil, jadi rasa cemburu lebih sering muncul. Umumnya rasa cemburu selalu dikaitkan dengan hubungan percintaan, tetapi kenyataannya rasa cemburu juga dapat terjadi dalam hubungan keluarga dan pertemanan. Seperti apa ya?

Konflik dalam relasi romantis bisa saja terjadi, ada yang menyatakan bahwa konflik tersebut bisa menyebabkan keretakan hubungan, sementara ada yang percaya bahwa dengan adanya konflik hubungan tersebut malahan semakin kuat. Sebuah perilaku yang disebut berkorban dalam hubungan romantis dilansir sebagai sebuah komponen yang penting karena dapat menjadi alternatif solusi ketika pasangan menghadapi konflik.

Di era digital yang serba canggih ini, termasuk ketika ingin mencari pasangan pun dapat dilakukan hanya melalui media sosial. Bayangkan saja, kita dapat dengan mudah untuk menaruh perasaan kepada seseorang yang hanya ditemui dalam bentuk digital dan bukan secara langsung bertemu di dunia nyata. Namun, kemudahan-kemudahan ini ternyata ada “biayanya”. Apa saja “ongkos” yang perlu dibayar seseorang ketika mencoba menjalin hubungan romantis melalui media sosial? Ghosting salah satunya.

Pernahkah Anda berteman dengan lawan jenis, di mana pertemanan tersebut terasa sangat dekat, sangat hangat atau lebih mudah disebutnya dengan kata “sahabat”? Jika pernah, apa perasaan Anda yang muncul terhadap “sahabat” Anda tersebut? Apakah muncul rasa suka dan keinginan untuk membangun hubungan romantis dengannya? Mungkin hal tersebut terdengar lazim dijumpai. Atau, yang terjadi adalah sebaliknya: apakah Anda berpikir bahwa sahabatan dengan lawan jenis pasti tidak saling suka? Agaknya tidak sedikit pula yang menganggap bahwa persahabatan antara lawan jenis murni sebuah jalinan pertemanan, tanpa melibatkan perasaan atau romantisme sama sekali.