Bagi sebagian anak, orang tua menjadi sosok pelindung, penyedia kasih sayang dan pemberi kehangatan, serta menjadi panutan dalam kesehariannya. Hal ini membuat relasi anak dan orang tua di usia kanak-kanak sangat signifikan dalam membentuk rasa aman dan ketercukupan kebutuhan seorang anak, baik psikologis, material, maupun secara fisik. Peristiwa kehilangan orang tua di masa kanak-kanak menjadi suatu kondisi yang merampas rasa aman dan kesejahteraan anak.
Tag: dukacita

Kematian akan dialami oleh setiap makhluk hidup, cepat atau lambat. Selama ini kita terpola dengan pandangan atau asumsi bahwa anak yang akan mengurus orang tua di saat tua dan orang tua yang akan meninggal terlebih dahulu. Tidak pernah terbersit dalam pemikiran kita bahwa orang tua ditinggalkan oleh anak, dan menjadi pihak yang harus mengurus proses pemakaman dan mengalami duka ditinggalkan oleh anak yang dikasihi.

Kehilangan adalah salah satu derita yang memilukan jiwa. Melepas suatu hal bukanlah perkara mudah, apalagi jika kita terbiasa “memiliki”-nya. Kematian merupakan salah satu momen kehilangan yang menimbulkan pilu dan duka, yang menyengsarakan jiwa yang ditinggalkan. Kematian menjadi puncak perpisahan kita dengan seseorang untuk selamanya. Menghadapi dan menerima duka adalah proses. Proses berduka sulit dijelaskan dan bersifat dinamis.

Berduka adalah gejala normal dari seseorang yang kehilangan orang atau sesuatu yang dia miliki dan cintai. Kedukaan normal ditandai dengan protes dan keputusasaan, termasuk munculnya gejala gangguan fisik, seperti lesu dan perasaan tidak bisa lepas dari masa lalu. Kedukaan tersebut acapkali bisa mereda dan diterima, seiring dengan berjalannya waktu. Namun, tidak semua kedukaan dapat “disembuhkan” oleh waktu. Ada kalanya kedukaan dirasakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Lalu, apa yang bisa kita lakukan jika mengalaminya?