Ketika anaknya berusia 2 tahun dan belum mengucapkan satu patah kata pun, seorang ibu sudah mulai khawatir dan bertanya-tanya dalam hatinya, “Ada apa dengan anakku? Apakah hal tersebut normal atau tidak?” Tidak banyak yang diketahui oleh sang ibu tersebut, karena pengalamannya bersama anaknya itu merupakan pengalaman pertamanya menjadi seorang ibu. Sungguh anugerah yang luar biasa baginya, tapi tidak banyak yang ia ketahui mengenai pengasuhan dan perkembangan anak, karena memang tidak dipelajari ketika ia bersekolah maupun berkuliah. Sang ibu berdiskusi dengan suami dan orang-orang di sekitar, banyak yang berpendapat bahwa ia hanya perlu menunggu hingga anaknya akan mulai berbicara pada waktunya.

Baca lebih lanjut

Saat ini, berdasarkan pengamatan, banyak anak-anak usia balita yang beraktivitas dengan ponsel pintarnya. Saat makan, melakukan aktivitas di ponsel pintar; Saat sedang menunggu, beraktivitas dengan ponsel pintar. Entah menonton Youtube, menonton saluran khusus anak-anak, atau games bagi anak-anak, dan sejenisnya. Apalagi didukung oleh berbagai alasan dari orang tua atau orang dewasa: “supaya anaknya tenang”, “dari pada dia nangis”, “saya kan sibuk”, “zaman now kan semua pakai ponsel pintar”, “dia pakai ponsel pintar belajar bahasa Inggris kok”, “anak lain pakai ponsel pintar masa anak saya enggak”, “sekarang kan pandemi Covid-19 materi belajar anak semua pakai laptop atau ponsel pintar”, “dia capek belajar makanya pakai ponsel pintar kan itu main juga”, dll. Lalu, apakah aktivitas dengan ponsel pintar dapat dikatakan sebagai bermain?

Baca lebih lanjut

Kata gender sering kita gunakan untuk menyimpulkan tingkah laku dan atribut seseorang sebagaimana jenis kelaminnya. Dan jika semua orang memiliki jenis kelamin dan berperilaku berdasarkan gendernya, bagaimana dengan ruang yang digunakan oleh individu dan kelompok untuk mengekspresikan identitas gendernya? Apakah ruang, sebagaimana manusia juga sebenarnya juga memiliki gender? Jika ya, maka apakah gender taman bermain anak-anak kita? Jantan atau betina?

Baca lebih lanjut

Pada suatu waktu, saya “dicurhati” oleh seorang guru Sekolah Dasar (SD), bahwa salah satu siswa didiknya tidak bergabung saat pembelajaran jarak jauh (PJJ), dengan alasan mengantuk, tidak bisa fokus, dan tidak mood. Setelah ditelusuri, siswa tersebut tidur larut malam, terlalu banyak menghabiskan waktu dengan ponsel pintar, dan senang makan makanan cepat saji. Tampaknya, gaya hidup siswa tersebut kurang sehat.

Baca lebih lanjut