Di era ketika karier dan kebebasan pribadi sering menjadi prioritas, semakin banyak anak muda memilih hubungan tanpa status (HTS) – sebuah bentuk relasi romantis tanpa label komitmen, maupun tujuan jangka panjang. Data BPS menunjukkan penurunan angka pernikahan di Indonesia sebesar 7,5% pada 2022, yang mencerminkan perubahan nilai sosial yang signifikan. Apa sebenarnya yang membuat hubungan tanpa ikatan ini begitu menarik, sekaligus berpotensi menyakitkan?

Baca lebih lanjut

Di usia 3-6 tahun, anak prasekolah bagai spons yang menyerap segala hal di sekitarnya. Masa ini disebut the golden period—saat otak berkembang pesat, emosi mulai terbentuk, dan kepribadian mulai terlihat. Tapi bagaimana jika fondasi ini rapuh? Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) deni tahun 2013 menunjukkan, hampir 15% anak prasekolah di Indonesia mengalami masalah sosial-emosional seperti kecemasan atau agresivitas. Jika diabaikan, ini bisa menjadi bom waktu yang mengancam kesiapan mereka menghadapi dunia.

Baca lebih lanjut

Kasus pembunuhan di Palembang oleh empat remaja beberapa waktu lalu menjadi alarm mengerikan tentang bagaimana paparan konten kekerasan dan pornografi bisa berpotensi memicu perilaku kriminal. Meski tidak semua konsumsi pornografi berujung kekerasan, kombinasi faktor seperti tekanan teman sebaya, minimnya pengawasan, dan ketidakstabilan emosional dapat menjadi “bom waktu” bagi remaja yang otaknya masih berkembang. Lalu, bagaimana pornografi mengubah cara otak bekerja, hingga memicu risiko kekerasan seksual?

Baca lebih lanjut

Tidak semua hubungan romantis berjalan mulus. Awalnya mungkin terasa indah, penuh perhatian dan janji setia. Namun, seiring waktu, beberapa hubungan justru berubah menjadi penuh kontrol dan kekerasan. Yang mengejutkan, meskipun mengalami perlakuan buruk, beberapa korban tetap bertahan dan bahkan membela pasangannya. Fenomena ini dikenal sebagai Stockholm Syndrome.

Baca lebih lanjut

Anak usia dini adalah mereka yang berusia 0-6 tahun, sebuah periode yang sering disebut sebagai masa keemasan atau golden age. Pada fase ini, pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung sangat pesat serta menjadi waktu terbaik untuk belajar. Kesempatan ini tidak dapat diulang, sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi yang tepat agar berkembang secara optimal.

Baca lebih lanjut

Bagi pengguna aktif media sosial saat ini pasti sudah sangat familiar dengan istilah “Daddy Issues”. Namun, istilah ini seringkali disalahpahami oleh banyak orang. Daddy issues sendiri bukanlah istilah medis ataupun psikologis yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), tetapi istilah ini memang sering digunakan di media sosial atau kehidupan sehari-hari untuk menggambarkan perempuan yang memiliki pasangan pria yang umurnya lebih tua. Jadi, apa sebenarnya daddy issues itu?

Baca lebih lanjut

Bagi sebagian anak, orang tua menjadi sosok pelindung, penyedia kasih sayang dan pemberi kehangatan, serta menjadi panutan dalam kesehariannya. Hal ini membuat relasi anak dan orang tua di usia kanak-kanak sangat signifikan dalam membentuk rasa aman dan ketercukupan kebutuhan seorang anak, baik psikologis, material, maupun secara fisik. Peristiwa kehilangan orang tua di masa kanak-kanak menjadi suatu kondisi yang merampas rasa aman dan kesejahteraan anak.

Baca lebih lanjut

Pernahkah kalian mendapat pertanyaan: Kapan nikah? Kapan punya momongan? Kapan lulus? Dan, segala kapan-kapan yang lain. Pertanyaan-pertanyaaan tersebut sering menyasar kaum muda, terutama saat momen kumpul keluarga. Namun, anak muda atau Generasi Z merasa perlu untuk menyiapkan mental dalam menyambut agenda tersebut. Sebab, tidak hanya bertanya tetapi mereka juga kerap mengahakimi lewat segala sindiran yang diawali dari pertanyaan di atas. Lalu, apa yang bisa diupayakan untuk menghadapi pertanyaan basa-basi yang kerap merusak suasana tersebut?

Baca lebih lanjut