Anak adalah anugerah Tuhan yang tersuci, sebelum dilukisnya buku putih kehidupan mereka oleh orang tuanya. Selayaknya mereka mendapatkan pendidikan yang baik. Pendidikan benar-benar serius dalam menawarkan harapan. Dalam proses pendidikan di Indonesia, entah ada berapa guru yang asyik berceramah, menjadwalkan PR dan ulangan, menilai tugas, namun lupa tentang upayanya dalam meningkatkan minat belajar anak-anak didiknya.
Dalam bukunya yang berjudul “Membaca dalam teori dan praktik”, Harjasujana & Mulyati berpendapat bahwa minat membaca berbanding lurus dengan tingkat kemajuan pendidikan suatu bangsa. Belajar merupakan kegiatan yang identik dengan membaca, karena dengan membaca, transfer of knowledge terjadi. Pendidikan formal di sekolah menjadi sangat penting untuk meningkatkan minat baca anak sejak dini.
Sanggar JEMARI adalah sebuah wadah gerakan literasi SD Islam Baabut Taubah Bekasi. Bermula dari keresahan salah seorang guru di SD tersebut. Sang guru melihat fenomena anak-anak usia sekolah yang begitu minim kemampuan “rasa” dan lebih suka menghabiskan waktu dengan bermain gadget. Secara global, gadget memang penting di era Society 5.0. Namun demikian, dampak negatif akibat gadget juga besar. Saat anak terlalu asyik dengan gadget mereka jadi kehilangan minat dalam kegiatan lain. Anak tidak lagi suka bergaul atau bermain bersama teman sebaya di luar rumah. Anak cenderung bersikap membela diri dan marah ketika ada upaya untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan gadget. Anak juga menjadi berani berbohong atau mencuri-curi waktu untuk bermain gadget.
Seiring berjalannya waktu, Sang Khalik memandu jalan hidup sang guru. Keinginan yang menggebu terus mendorong hasrat sang guru menapaki langkah-langkah mewujudkan cita-cita nya. Dia meminta izin kepada kepala sekolah untuk mengikutsertakan sekolah dalam kegiatan gerakan sekolah menulis buku Indonesia. Gayung bersambut, kepala sekolah menyambut dengan suka cita. Sang guru mengajak 99 penulis dari siswa untuk menulis dan membuat karya buku antologi siswa. Pada tahun 2020, sang guru mengajak kepala sekolah, guru, serta 56 dari penulis murid untuk menulis karya dan membuat satu buku antologi kembali dengan judul Mahkota Bunga Indonesiaku. Berawal dari kegiatan ini, sekolah mendapatkan kriteria sekolah aktif literasi tingkat nasional.
Semangat budaya literasi, dalam agama Islam memiliki pijakan teologis yang kokoh, yaitu tercantum dalam surat pertama yang berbunyi “‘iqra“, yang diterjemahkan sebagai suatu perintah untuk membaca. Pada terma literasi di masyarakat umum hanya dikenal dengan membaca dan menulis, namun perintah membaca di QS. Al Alaq tersebut maknanya lebih luas. “Iqra” bermakna meneliti, menelaah, dan menganalisis. Seharusnya umat Islam adalah umat yang unggul dalam ilmu pengetahuan sebab telah jelas perintah Allah SWT kepada manusia untuk membaca. Perintah membaca mengandung makna tekstual dan kontekstual.
Sebuah studi di Kota Malang, Jawa Timur menemukan bahwa model pengembangan budaya literasi di Sekolah Dasar harus melalui pembiasaan, pengembangan dan pengajaran. Adapun implikasi pengembangan budaya literasi di sekolah antara lain: keterlibatan siswa, perasaan senang, dan ketertarikan siswa dalam mengikuti kegiatan literasi.
Kehidupan Society 5.0 hendaknya tidak mengubah dasar pendidikan itu sendiri. Peran guru dalam menanamkan karakter yang baik tetaplah tidak bisa tergantikan dengan teknologi. Pembelajaran literasi membutuhkan guru berkualitas. Langkah awal yang harus ditempuh adalah meningkatkan kualitas guru itu sendiri. Guru literasi yang efektif minimal memiliki karakteristik: 1). Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang konsep, proses, dan evaluasi literasi, 2). Memiliki kemampuan refleksi diri dan senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalitasnya dalam melaksanakan program pendidikan literasi, 3). Memiliki kemampuan yang mumpuni dalam memotivasi, mengembangkan potensi dan memberikan feedback positif pada siswa, 4). Mampu bekerjasama dengan siswa dan seluruh pihak yang terlibat dengan sekolah.
Akhir kata, peran guru yang paling utama adalah guru harus mencipatakan suasana belajar yang menyenangkan dan menenteramkan. Hingga pada akhirnya munculah kreativitas-kreativitas yang cemerlang.