Penyandang disabiltas di Indonesia masih terus menghadapi tantangan besar dalam kehidupan sosialnya. Berbagai upaya advokasi lembaga-lembaga negara maupun swadaya masyarakat terus menemukan adanya stigma, keterbatasan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, serta belum terpenuhinya sejumlah hak penyandang disabilitas. Di tengah berbagai tantangan tersebut, ternyata keluarga memiliki peranan yang sangat besar. Bagaimana sebaiknya peran keluarga penyandang disabilitas dapat dioptimalkan? 

Dalam artikel yang dipublikasikan di Journal of Family Social Work, Haya Ithzaky dan Chaya Schwartz mengemukakan peran keluarga terhadap kehidupan seorang dengan disabilitas bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, keluarga dapat menjadi sumber atau pemicu masalah, tetapi di sisi lain justru menjadi solusi dari masalah yang dihadapi penyandang disabilitas. Keluarga yang tidak mampu beradaptasi terhadap situasi, tidak dapat mengembangkan strategi untuk memenuhi kebutuhan, serta tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, membuat penyandang disabilitas mengalami tekanan ganda karena tidak memperoleh dukungan sosial atau pengasuhan yang baik dari lingkungan terdekatnya sendiri. Sebaliknya, keluarga yang mampu beradaptasi dan mampu mengembangkan strategi penyelesaian masalah yang efektif, memungkinkan penyandang disabilitas mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang berdaya lenting dan adaptif pula dalam menghadapi tekanan.  

Pemberdayaan keluarga merupakan suatu keharusan dalam upaya peningkatan kesejahteraan penyandang disabilitas. Pemberdayaan merupakan upaya untuk membantu kelompok/individu yang tidak berdaya atau lemah menjadi mampu mengatasi masalah dan mencapai kesejahteraan hidupnya. Keluarga yang tidak berdaya dapat diartikan sebagai keluarga yang kurang memiliki akses sumber daya, pengetahuan, maupun ketrampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan hidupnya.  

Langkah awal yang dapat dilakukan untuk memberdayakan keluarga penyandang disabilitas adalah dengan mengidentifikasikan hambatan-hambatan yang dialami, terutama dalam memperoleh akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan hak penyandang disabilitas. Langkah berikutnya adalah melibatkan keluarga dalam menyusun dan mengimplementasikan program atau kebijakan bagi penyandang disabilitas.  

Pemberdayaan keluarga dapat dilakukan dalam ruang lingkup keluarga tersebut dan lingkungan sekitar yang mengelilingi keluarga seperti sekolah, tempat kerja, komunitas, atau negara. Dalam lingkup keluarga, pemberdayaan keluarga dapat dilakukan dalam aspek psikologis, seperti menguatkan anggota keluarga menghadapi perubahan yang terjadi akibat disabilitas; mengidentifikasikan kekuatan, sumber daya yang telah dimiliki, dan pengalaman keberhasilan di masa lalu sebagai modal menghadapi situasi saat ini; serta pengembangan diri keluarga (misalnya kompetensi mengasuh anak berkebutuhan khusus, ketrampilan menyelesaikan masalah). Berbagai edukasi terhadap keluarga tersebut dapat dilakukan oleh profesional (misalnya psikolog), kader masyarakat terlatih, dan petugas dari instansi pemerintah yang berwenang. 

Dalam bidang pendidikan, pemberdayaan keluarga dapat dilakukan dengan cara menggandeng keluarga untuk menyusun, mengevaluasi, dan menerapkan program pendidikan bagi penyandang disabilitas. Program pendidikan (formal, informal, maupun non formal) dapat disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas dan keluarganya. Masukan yang diberikan oleh keluarga penyandang disabilitas dapat membantu sekolah atau perancang kebijakan pendidikan lebih memahami karakteristik dan hambatan-hambatan yang dialami penyandang disabilitas maupun keluarganya.  

Kelompok dukungan (support group) penyandang disabilitas merupakan pihak yang dapat membantu memberdayakan keluarga penyandang disabilitas. Pada umumnya, kelompok dukungan terdiri dari sesama keluarga penyandang disabilitas, ahli terkait, dan orang-orang yang peduli terhadap kesejahteraan penyandang disabilitas. Adanya kelompok dukungan memungkinkan keluarga memperoleh informasi yang dibutuhkan, memperoleh dukungan emosional, akses terhadap layanan yang diperlukan, dan sebagainya. 

Author

Bagikan artikel ini

Artikel terkait