Bagi sebagian anak, orang tua menjadi sosok pelindung, penyedia kasih sayang dan pemberi kehangatan, serta menjadi panutan dalam kesehariannya. Hal ini membuat relasi anak dan orang tua di usia kanak-kanak sangat signifikan dalam membentuk rasa aman dan ketercukupan kebutuhan seorang anak, baik psikologis, material, maupun secara fisik. Peristiwa kehilangan orang tua di masa kanak-kanak menjadi suatu kondisi yang merampas rasa aman dan kesejahteraan anak.

Kondisi tersebut, tentulah cukup memprihatinkan. Kehilangan orang tua di masa kehidupan seorang anak, menimbulkan duka akibat dan dapat berdampak pada kehidupannya di masa remaja hingga dewasa. Setiap anak memiliki cara dan proses yang berbeda dan unik dalam mengelola duka pasca kehilangan orang tuanya. Kondisi internal anak (kapasitas intelegensi, kondisi kesehatan fisik, dll) dan respon dari lingkungan akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam proses regulasi duka. Hal ini menjadi beban berat, manakala seorang anak tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, sehingga ia membawa rasa dukanya hingga memasuki fase kehidupan selanjutnya.

Duka yang tidak tersuarakan akan membuatnya sulit untuk diregulasi, sehingga cenderung terabaikan. Kondisi ini tidak membuat duka masa kecil hilang, melainkan akan terbawa dan memicu residu sebagai respon trauma seseorang. Masalah terkait relasi sosial di masa dewasa, pola regulasi emosi dan penyelesaian masalah yang kurang adaptif, kondisi mood dan perasaan yang kurang sehat, hingga munculnya perilaku yang tidak adaptif menjadi rentetan dampak yang ditemukan dalam beberapa studi terdahulu.

Pasca Duka: Upaya Merajut Jejak Kehidupan di Usia Dewasa

Membawa duka masa kecil tidaklah mudah. Seperti bongkahan gunung es agar dapat memahami kondisi di bawah laut, perlu upaya penuh untuk kembali menjelajahi kedalamannya. Seorang yang tumbuh dengan duka, perlu untuk kembali melihat kondisi tidak nyaman yang dialaminya. Untuk dapat menghadapinya, berikut beberapa hal sederhana yang dapat dilakukan:

  1. Kembali mengenang dengan berkesadaran. Cobalah untuk mengingat kebaikan dan momen indah bersama orang tua yang telah tiada. Ini bisa dilakukan dengan melihat kembali album foto atau bercerita dengan saudara/keluarga mengenai mendiang orang tua. Dalam kondisi ini, amati perasaan yang muncul. Apakah ada rasa tidak nyaman? Sedih? Marah atau perasaan lainnya? Setelahnya, berikan nilai untuk perasaan yang muncul tersebut (skala 0-10, 0 untuk tidak signifikan dan 10 untuk sangat signifikan). Rasakan dan akui, bahwa kamu adalah individu yang telah kehilangan dan sedang dalam kondisi merasakan perasaan tersebut. Sadari dan amati juga apa yang tubuhmu rasakan. Apa rasanya, di area mana munculnya? Jika perasaan dan sensai tubuh belum dapat teramati, tidak apa-apa. Bisa dicoba lagi.
  2. Gandenglah sosok yang dapat memberikan rasa aman. Bisa dimulai dari orang terdekat, seperti saudara atau sahabat. Bersama mereka, kamu bisa mendapatkan dukungan emosional dengan mencoba untuk mengutarakan perasaan kamu saat mengenang orang tua. Profesional kesehatan mental, seperti psikiater dan psikolog, juga dapat menjadi alternatif lainnya, di kala kamu merasakan adanya kesulitan dalam menjalankan keseharianmu.
  3. Perhatikan pola tidur dan waktu me time. Melewati duka, kerap kali menguras tenaga mental dan fisik. Berbaik hatilah dengan dirimu, dengan mengambil waktu jeda untuk beristirahat. Terkadang, masalah tidur, seperti kelebihan tidur atau sulit tidur, serta sering mengalami mimpi, menjadi hal yang dialami. Jika hal ini terjadi, ini menjadi pertanda bahwa kamu membutuhkan bantuan profesional.
  4. Ambil waktu mengolah raga. Situasi duka erat kaitannya dengan peristiwa traumatik. Beberapa studi mengungkapkan bahwa tubuh kita menyimpan memori dan emosi terkait trauma. Beberapa jenis olahraga, seperti yoga, jalan santai, latihan cardio, tarian, seperti zumba dan sejenisnya, dapat mewadahi proses pelepasan perasaan tidak nyaman dan menimbulkan perasaan senang.

Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan. Sekali lagi perlu kita ingat, melewati duka adalah proses yang unik bagi setiap orang. Sehingga, fokuslah pada kondisi yang kamu alami dan bersikap baiklah dengan diri sendiri. Sebab, perjalanan melewati duka tidaklah mudah, namun berharga untuk dilalui.

Author

  • Jessica Amelia Anna

    Jessica Amelia Anna merupakan Dosen Fakultas Psikologi di Universitas Pelita Harapan. Ia memiliki ketertarikan dalam bidang klinis dewasa dan topik seputar trauma dan dukacita

    View all posts
Bagikan artikel ini

Artikel terkait