Pernahkah kalian merasa senang atau sedih ketika mendapat kabar dari idola kalian? Lalu, pernah juga terpikir kenapa kadang kita bisa merasa sangat dekat dan memiliki ikatan khusus dengan sosok idola? Kalau kata RAN, jauh di mata dekat di hati gitu, deh! Padahal kita tidak kenal dengan mereka dan, apalagi, mereka juga tidak kenal dengan kita sama sekali. Kenapa bisa begitu ya? Nah, istilah tepat untuk menjelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi adalah parasocial relationship!
Parasocial relationship atau hubungan parasosial merupakan hubungan yang dianggap nyata oleh seorang individu dengan figur media (idola, selebriti, ataupun tokoh fiksi). Perasaan ini terjadi ketika seseorang merasa mengenal dekat figur tersebut, meskipun sebenarnya figur tersebut tidak mengenalinya. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Horton dan Wohl pada tahun 1956 dalam upaya memunculkan ilusi hubungan tatap muka antara penonton dengan figur media ketika penonton sedang mendengar radio atau televisi. Biasanya, penonton akan merasakan adanya kelekatan meskipun sebenarnya hal tersebut tidak nyata.
Lalu, bagaimana kita tahu bahwa kita sedang mengalami situasi tersebut? Biasanya, mereka yang terjebak dalam hubungan ini akan merasa gelisah ketika dirinya tertinggal info terkini mengenai figur yang disukainya. Selain itu, mereka menganggap bahwa figur tersebut adalah temannya, menjadikannya orang terpercaya melebihi orang terdekatnya, selalu mengikuti apapun yang disarankan meskipun salah, hingga mencintainya dengan romantis serta menganggap bahwa figur tersebut adalah satu-satunya alasan untuk hidup.
Banyak hal yang melatarbelakangi terbentuknya hubungan parasosial. Sejumlah ahli menyebutkan bahwa hal tersebut dapat dipicu oleh tingginya frekuensi penggunaan media sosial serta kesepian yang mendalam. Berkat adanya hubungan ini, mereka dapat merasakan kehangatan yang mereka cari. Namun, alih-alih mendapatkannya di dunia nyata, hubungan tersebut sebenarnya merupakan khayalan semata. Di samping itu, alasan paling umum adalah kebutuhan akan cinta kasih (love) dan kepemilikan (belonging). Seperti hirarki kebutuhan yang dicetuskan oleh Maslow, manusia akan cenderung mencari cinta kasih serta kepemilikan dari orang lain setelah kebutuhan dasarnya telah terpenuhi.
Jika melihat dari berbagai aspek, hubungan parasosial memiliki dampak positif dan negatif tergantung dari seberapa jauh hubungan tersebut terjadi. Dampak positifnya, mereka cenderung menjadi percaya pada dirinya sendiri. Ketika figur yang disukai menyemangati penggemarnya, mereka memiliki dorongan untuk membuat perubahan dalam hidupnya, lebih mau menerima tantangan, serta meningkatkan kualitas kehidupan.
Sayangnya, hubungan ini memiliki sejumlah dampak negatif. Seseorang bisa saja memiliki komunitas penggemar, kemudian menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain secara online, tetapi hal tersebut dapat memicu konflik akan ketidaksepahaman pendapat antara penggemar maupun orang terdekat. Kemudian, seseorang yang cenderung memiliki rasa ketergantungan terhadap figur yang disukainya akan menjadi lupa dengan realita serta mampu mempengaruhi pendapat dan intensinya terhadap suatu hal mengikuti figur yang disukainya, terlepas hal tersebut baik atau buruk.
Nah, apabila saat ini kalian merasa sedang berada dalam hubungan parasosial, maka kalian harus menyadari dan mengevaluasi, apakah hubungan yang diciptakan masih pada batas wajar atau tidak. Kalian pun tidak perlu merasa khawatir selama masih bisa membedakan hubungan yang nyata dan tidak nyata dengan orang lain. Namun, apabila sudah merasa sangat terikat dan tidak bisa melanjutkan hidup tanpanya, berpikir bahwa figur tersebut adalah segalanya, serta merasa sulit melakukan interaksi dengan orang lain, hal tersebut harus segera diwaspadai dan cobalah untuk berinteraksi dengan orang-orang sekitar demi memenuhi kebutuhan dasar sebagai makhluk sosial.