Tahukah Anda kapan anak mulai mengenal cita rasa makanan? Sebagian besar orang mungkin mengira bahwa anak mulai mengenal cita rasa makanan pada saat mereka dikenalkan dengan MPASI (makanan pendamping ASI). Beberapa orang mungkin berpikir bahwa anak mulai mengenal cita rasa makanan pada saat menyusui. Jadi, mana yang lebih tepat?

Sebuah review ilmiah terhadap beberapa penelitian mengenai perkembangan pemilihan makanan sejak dini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia mulai dapat mengenal rasa dan bau makanan sejak dalam kandungan. Pada trimester pertama, sistem olfaktori dan gustatori yang berkaitan dengan rasa dan aroma berkembang, mencapai bentuk dan fungsi yang matang pada akhir periode gestasi. Perkembangan sistem ini hampir sempurna pada saat kelahiran, dan meningkat karena aktivasi otak dan pengolahan informasi yang berkaitan dengan sensasi olfaktori dan gustatori yang diperoleh dari lingkungan.

Selain itu, pemilihan makanan juga memiliki pengaruh genetik, dengan kecenderungan yang tinggi pada pemilihan makanan berprotein, buah, sayuran, dan makanan penutup. Ditemukan pula bahwa pada masa gestasi ini, bayi cenderung lebih peka pada rasa pahit sehingga lebih memilih rasa makanan yang manis. Janin dalam kandungan mencium dan menelan cairan amnion (ketuban) yang berisi ragam nutrisi dan cita rasa yang berasal dari paparan lingkungan dan makanan yang dikonsumsi ibu. Hal ini dibuktikan oleh penelitian sebelumnya bahwa penyuntikan sesuatu yang memiliki rasa manis ke dalam cairan ketuban meningkatkan gerak menelan pada bayi. Sementara itu, riset lain menemukan bahwa memberikan sesuatu yang memiliki rasa pahit ke dalam carian ketuban menghentikan gerakan menelan pada bayi.

Hal serupa juga ditunjukkan dengan pemberian larutan glukosa atau sukrosa pada bayi prematur yang menimbulkan perilaku menghisap yang lebih kuat dan lebih sering pada bayi ketimbang ketika pemberian air saja. Temuan ini menunjukkan bukti konsisten bahwa ada respon bayi terhadap stimulus rasa yang sesuai dengan rasa yang diterima melalui cairan ketuban ibu. Kondisi ini bertahan dan berkembang selama periode bayi dan anak-anak dan berhenti ketika remaja dan dewasa.

Sebelum manusia mengenal nama dan pengolahan makanan, keberlangsungan hidup manusia ditentukan dari kemampuan membedakan makanan yang kaya energi dan nutrisi dengan yang berbahaya. Secara alamiah, rasa manis sering dikaitkan dengan sumber karbohidrat yang tinggi kalori seperti ASI, rasa gurih dikaitkan dengan makanan berprotein atau berasam amino seperti daging, dan garam merupakan indikasi mineral esensial. Sementara, rasa pahit dianggap sebagai racun dan zat berbahaya, serta rasa masam menunjukkan asam yang tinggi. Selain itu, anak-anak menjadi sangat menyukai rasa tertentu, terutama manis, selama periode pertumbuhan optimal yang dianggap membantu mereka memilih makanan yang mendukung periode pertumbuhan optimal.

Anak-anak biasanya sulit dikenalkan pada makanan baru (food neophobia) pada usia 2-5 tahun yang secara alamiah dimaksudkan untuk memastikan diri mereka mengkonsumsi makanan yang sama dan aman selama periode pertumbuhan tersebut. Sejauh ini, diketahui dua faktor alamiah yang penting dalam perilaku pemilihan makanan pada anak-anak adalah familiaritas dan rasa manis. Kedua faktor tersebut dikombinasikan dengan kecenderungan untuk belajar dari pengalaman awal dan pengenalan berulang-ulang sehingga membuat anak dapat menerima dan memilih makanan yang tersedia di lingkungannya. Dengan demikian, selain faktor genetik dan pertumbuhan fisiologis sistem olfaktori dan gustatori, pengalaman ibu yang berkaitan dengan aroma dan rasa makanan selama kehamilan, menyusui, dan perilaku pengasuh dalam mengenalkan makanan akan turut berperan pada anak dalam memilih makanan.

Pengalaman dini akan cita rasa pada bayi dengan susu formula berbeda dengan bayi yang diberikan ASI. Penelitian psikofisik pada ASI menunjukkan kualitas rasa yang utama pada rasa manis dan kaya akan pengalaman sensori yang berbeda dalam diri ibu maupun antar ibu. Sementara, pengalaman cita rasa bayi dengan susu formula cenderung konstan karena ibu cenderung memberikan satu tipe susu formula. Selain itu, merk dan tipe susu formula juga memiliki profil cita rasa yang berbeda tergantung kandungan dasar susu formula tersebut (sapi, kedelai, atau protein hidrolisat).

Dalam kaitannya dengan preferensi makanan, penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberikan susu formula sapi lebih memilih sereal yang memiliki rasa manis, gurih dan asam, sementara bayi susu formula tinggi protein hidrolisat lebih memilih makanan yang gurih pada usia anak-anak. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan yang sama antara pengalaman rasa yang diperoleh pada periode menyusui dengan periode masa pertumbuhan selanjutnya.

Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pengenalan makanan pada anak, Ibu perlu memiliki ragam pengalaman rasa makanan yang bernutrisi sesuai kebutuhan dan anjuran dokter selama kehamilan dan menyusui. Selain itu, ketika anak mulai mengenal makanan pendamping, pengasuh perlu memberikan ragam makanan baru secara berulang dengan frekuensi 6-15 kali sebelum terlihat adanya perilaku memilih makanan yang diberikan. Pengenalan berulang ini juga perlu dilakukan dengan konteks lingkungan sosial yang positif, seperti tidak mengaitkan makanan atau proses makan dengan imbalan dan hukuman, tidak terlalu kaku dalam memberikan pilihan makanan, dsb.

 

Artikel ini merupakan ringkasan dari artikel ilmiah “Early Influences on the Development of Food Preferences” oleh Ventura & Worobey (2013) yang diterbitkan di jurnal Current Biology.

Author

Bagikan artikel ini

Artikel terkait