Behavioural Mapping: Metode Pemetaan Perilaku dalam Sebuah Tempat

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Begitulah pepatah yang mengingatkan kita untuk menyesuaikan tingkah laku kita dengan tempat di mana kita berada. Ya, perilaku manusia pada prinsipnya tidak dapat dilepaskan dari peran situasi, salah satunya adalah lokasi di mana kita menampilkan perilaku tertentu. Bagaimana kita bersikap, merespon, dan bertindak bisa jadi berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Untuk itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana peran lokasi untuk dapat lebih mengenal perilaku manusia, salah satunya melalui behavioral mapping. Makhluk apakah itu?

Pemetaan perilaku adalah teknik yang digunakan dalam psikologi lingkungan dan bidang terkait untuk merekam perilaku dan gerakan orang secara sistematis saat perilaku ini terjadi di lokasi tertentu. Peta perilaku pada dasarnya adalah catatan di mana orang berada, apa yang mereka lakukan, dan bagaimana perilaku mereka terdistribusi dalam suatu ruang. Sommer dan Sommer membedakan dua bentuk peta perilaku: berpusat pada tempat atau berpusat pada individu. Peta perilaku yang berpusat pada tempat menunjukkan lokasi orang-orang dalam latar tertentu pada waktu tertentu yang terlibat dalam berbagai aktivitas. Pemetaan berpusat pada tempat bertujuan untuk menilai penggunaan area atau lokasi tertentu, seperti kafetaria.

Sebaliknya, peta perilaku yang berpusat pada individu adalah catatan pergerakan dan aktivitas seseorang dalam suatu keadaan dari waktu ke waktu. Pemetaan perilaku yang berpusat pada individu bertujuan untuk mempelajari aktivitas seseorang atau kelompok dalam kaitannya dengan lokasi dan waktu. Misalnya, di mana dan bagaimana remaja menghabiskan waktu mereka setelah sekolah.

Pemetaan perilaku sebagai alat observasi memiliki keunggulan merekam perilaku sesuai dengan konteks. Menurut teori psikologi ekologi yang dikemukakan oleh Roger Barker pada tahun 1968, setiap pengaturan perilaku (misalnya, rumah atau ruang kelas) dikaitkan dengan karakteristik fisik tertentu dan pola perilaku yang konsisten. Pemetaan perilaku memungkinkan peneliti untuk menghubungkan berbagai perilaku yang diamati ke lokasi tertentu (di mana kegiatan pemetaan perilaku terjadi), fitur lingkungan fisik (fitur apa yang digunakan), jenis pengguna (misalnya, anak-anak), dan jangka waktu tertentu (misalnya, dalam waktu seminggu).

Pemetaan perilaku, meski berakar dari rumpun penelitian Psikologi, justru lebih banyak digunakan dalam dunia arsitektural, seperti untuk:

  • menggambarkan distribusi perilaku di seluruh ruang tertentu.
  • membandingkan dua situasi atau kondisi yang berbeda, seperti perilaku yang dilakukan oleh pria dan wanita.
  • mengidentifikasi pola umum dalam penggunaan ruang dalam berbagai pengaturan, seperti saat penggunaan puncak.
  • memberikan prediksi kuantitatif distribusi perilaku di fasilitas baru sebelum fasilitas tersebut dibangun atau ditempati, terutama dalam pemrograman arsitektur.

Peta perilaku berguna untuk memeriksa apakah asumsi di balik desain ruang dan fasilitas sudah akurat ketika evaluasi pasca hunian dilakukan. Dengan menggunakan catatan lokasi dan perilaku pelanggan serta pola arus lalu lintas pengunjung, manajer dan perancang ruang dapat mengidentifikasi masalah apapun serta mengambil tindakan perbaikan dan prospektif untuk meningkatkan layanan atau penggunaan ruang.

Selain penggunaan dalam penelitian deskriptif, pemetaan perilaku dapat digunakan dalam penelitian korelasional. Dalam studi yang dilakukan alun-alun atau tempat publik, Zacharias dkk. meneliti hubungan antara distribusi pengunjung di lokasi dalam alun-alun dan iklim mikro di dalam alun-alun (misalnya, area cerah vs teduh, suhu di lokasi), dan perilaku pengguna (misalnya, duduk, berdiri, merokok). Pemetaan perilaku juga dapat digunakan dalam penelitian eksperimental. Dalam studi navigasi pengunjung di supermarket, perilaku pencarian responden dan lokasinya dicatat dan dibandingkan dalam tiga kondisi percobaan, di mana barang-barang dari kategori berbeda ditempatkan di lokasi rak yang berbeda.

Pemetaan perilaku juga sering digunakan untuk mengamati perilaku anak-anak yang mungkin mengalami kesulitan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan perilaku mereka secara verbal. Tidak hanya itu, metode ini juga diterapkan kepada para lansia yang memiliki gangguan kognitif—sehingga mereka tidak bisa ditanyai secara langsung seperti dalam wawancara maupun pengisian kuesioner. Sebagai contoh, gerakan spasial di luar ruangan yang diukur dengan pelacakan perilaku berkorelasi dengan variabel psikososial pada lansia dengan demensia.

Studi mengenai pentingnya pemetaan perilaku berdasarkan lokasi mendorong kita untuk mengingat pentingnya memperhitungkan faktor geografis dalam memahami perilaku manusia. Bahwa tindak-tanduk manusia tidak terjadi di ruang hampa yang terlepas dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Riset-riset kolaborasi lintas disiplin dalam studi pemetaan perilaku akan memperkaya pengetahuan dan pemahaman kita mengenai manusia berinteraksi dengan sesama dan lingkungannya.

Author

  • Fitri Arlinkasari

    Inka is a lecturer at the Faculty of Psychology, YARSI University. Her current research topics are related to children's environment and young people's rights.

    View all posts
Bagikan artikel ini

Artikel terkait