Fenomena “Ghosting”: Ketika Hubungan Romantis Menjadi Malapetaka

Di era digital yang serba canggih ini, termasuk ketika ingin mencari pasangan pun dapat dilakukan hanya melalui media sosial. Bayangkan saja, kita dapat dengan mudah untuk menaruh perasaan kepada seseorang yang hanya ditemui dalam bentuk digital dan bukan secara langsung bertemu di dunia nyata. Namun, kemudahan-kemudahan ini ternyata ada “biayanya”. Apa saja “ongkos” yang perlu dibayar seseorang ketika mencoba menjalin hubungan romantis melalui media sosial? Ghosting salah satunya.

Fenomena ghosting sering dibicarakan di kalangan anak muda beberapa tahun terakhir ini. Menurut kamus Cambridge, ghosting diartikan sebagai salah satu cara untuk mengakhiri hubungan dengan seseorang secara tiba-tiba dan memutuskan komunikasi secara sepihak. Ghosting ternyata lebih sering dilakukan ketika sedang menjalin hubungan dengan seseorang melalui media sosial. Hal ini mengingat untuk melakukan pemutusan komunikasi secara sepihak akan lebih mudah jika dilakukan hanya melalui chat saja.

Lalu, apa sih alasan seseorang melakukan ghosting?

Sejumlah peneliti mengatakan bahwa pengalaman seseorang yang menjadi korban ghosting akan memunculkan niat untuk melakukan ghosting kepada orang lain. Hal ini dilakuan bertujuan untuk memulihkan perasaan terlukanya akibat menjadi korban ghosting. Selain itu, seseorang dapat melakukan ghosting juga dapat disebabkan karena ketidakmampuan dalam berkomitmen. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa perilaku ghosting merupakan sikap seseorang terhadap ketidaksanggupannya dalam mempertahankan komitmen dalam sebuah hubungan interpersonal. 

Perilaku ghosting memiliki sejumlah konsekuensi psikologis terhadap korban. Menurut psikolog Jennice Vilhauer, ada beberapa macam dampak psikologis yang bisa disebabkan oleh korban ghosting. Pertama, korban dapat merasa kebingungan karena pasangannya tidak memberi alasan yang jelas untuk mengakhiri hubungan. Kemudian, korban ghosting akan merasa rendah diri dan juga cenderung sulit untuk menerima situasi yang terjadi. Dampak terakhir yaitu para korban ghosting dapat terus-menerus menyalahkan diri sendiri karena tidak mengetahui kesalahan yang mereka lakukan sehingga di-ghosting oleh pasangannya.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan kalau menjadi korban ghosting? Ada sejumlah cara yang dapat mengurangi dampak negatif dari korban ghosting secara psikologis. Pertama, belajar menerima keadaan. Kedua, menerapkan strategi coping yang tepat agar bisa mengurangi atau menghilangkan tekanan yang membuatnya terjebak dalam kondisi stress. Ketiga, meluangkan waktu untuk diri sendiri agar pikiran tenang dan dapat mengontrol emosi. Terakhir, jika tidak bisa menangani situasi ini sendiri, mintalah bantuan profesional membantu dalam pengelolaan emosi agar tidak mengalami kecemasan yang berlebihan.

Bagaimana dengan Anda? Pernahkah melakukan ghosting atau menjadi korbannya? Jika Anda pernah menjadi korban ghosting, kami harap semoga Anda dapat segera atau sudah pulih dari dampak-dampak negatif yang disebabkannya. Dan untuk Anda yang pernah menjadi pelaku ghosting, semoga Anda lebih bisa berani untuk mengungkapkan isi hati Anda daripada harus meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.

Authors

Bagikan artikel ini

Artikel terkait