Metode penelitian studi kasus cukup banyak dilakukan oleh ahli-ahli di bidang psikologi. Contohnya, Sigmund Freud dan Carl Gustav Jung yang mencermati secara mendalam pengalaman klien-kliennya hingga merumuskan pendekatan psikonalisis dalam memahami manusia. Jean Piaget yang terkenal dengan teori tahap-tahap perkembangan kognitif juga mengandalkan metode studi kasus. Ia melakukan observasi yang mendalam pada anaknya hingga menghasilkan teori. Dunia psikologi cukup dekat dengan metode studi kasus ini. Lalu, apa itu studi kasus?
Ada beberapa kata kunci untuk memahami tentang studi kasus. Pertama, kata fenomena. Artinya, ada sebuah fenomena yang menarik yang batasannya jelas, misalnya: fenomena klithih, fenomena fans K-pop, fenomena wirausaha difabel. Kedua, dikaji secara menyeluruh dan mendalam. Artinya, kita berupaya melihat dari berbagai sisi tentang fenomena tersebut, misalnya, kita mencoba memahami perilaku klithih dengan cara mencari informasi melalui pelaku, korban, orang tua pelaku, polisi. Apabila kita ingin mengetahui fenomena wirausaha difabel, maka kita mencari informasi melalui pelaku usaha yang difabel, dan orang-orang yang berhubungan dengan pelaku usaha tersebut.
Studi kasus rupanya memiliki banyak jenis. Berdasarkan unit analisisnya, ada studi kasus tunggal dan ada studi kasus jamak. Studi kasus tunggal dan jamak bisa saja konteksnya mirip, misalnya studi kasus tunggal misalnya fenomena bullying di satu sekolah, sedangkan studi kasus jamak konteks yang digunakan bisa beberapa. Contohnya, fenomena bullying di sekolah umum, sekolah berbasis agama, dan lembaga pendidikan informal. Studi kasus berdasarkan tujuannya juga beragam, ada studi kasus instrumental dan ada studi kasus intrinsik. Studi kasus instrumental cirinya memahami minat peneliti tentang isu tertentu melalui kasus, misalnya, pertukaran sosial pada wirausaha difabel.
Sisi lain, ada juga lho studi kasus yang tidak membutuhkan konsep tertentu, misalnya fenomena wirausaha difabel. Kemudian, apa bedanya? Jadi studi kasus intrinsik itu tidak membutuhkan konsep teori tertentu. Jadi fokus pada fenomenanya saja. Indonesia punya banyak ragam suku dan budaya. Pastilah sangat menarik jika kita menggali keunikan-keunikan dari masing-masing daerah. Bisa saja kita meneliti tentang fenomena matriarki di Minang, fenomena komunitas taruna aldek mas di Sade Lombok, fenomena pengelola Uma di Mentawai, dan masih banyak lagi.
Dengan teknik studi kasus, kita bisa menggali ragam fenomena yang berasal dari ragam budaya di Indonesia. Sebagian kita tentu pernah mendengar nama Clifford Geertz yang meneliti di Jawa selama bertahun-tahun, ataupun Margaret Mead yang meneliti di Papua secara mendalam. Apabila kita mengusai metode ini, kita akan makin memahami tentang fenomena-fenomena di sekitar kita. Tidak hanya itu, jika kita mendokumentasikan dengan fenomena di sekitar kita baik melalui riset, wisdom yang kita temukan di dalam pengalaman sehari-hari, bisa dibaca oleh banyak orang dan dikembangkan lagi dari waktu ke waktu. Mari kita mulai mengamati fenomena menarik di sekitar kita.