Artikel ini adalah kelanjutan dari artikel berjudul “Kajian Psikologis Operasi Militer Khusus Rusia (Bag. 1): Kebutuhan Rasa Aman“. Para penulis hendak menjelaskan latar dari Rusia. Sebagaimana psikologi melihat tingkah manusia, begitupun dengan operasi militer khusus ini. Setidaknya mencoba memahami gejalanya berdasar psikologi. Tulisan Bagian pertama tersebut setidaknya memetakan tiga gejala, yakni identitas Rusia, Westernisasi Rusia di masa lalu, dan pengalaman pahit perang besar/Perang Patriorik Raya I/II.
Operasi militer khusus yang dilakukan Rusia tampaknya perlu dikaji secara psikologi. Dengan kata lain psikologi mencoba menjawab mengapa peperangan terjadi. Setidaknya, menjelaskan gejala psikologi apa yang muncul sebagai pemicu peperangan yang sedang terjadi. Psikologi sangat percaya bahwa tingkah laku manusia dan kelompok didasari adanya latar-latar, seperti kebutuhan hidup atau kondisi yang membuat pilihan tingkah laku menjadi terbatas. Hal ini yang membuat obyek kajian psikologi meluas dan terkait dengan faktor lainnya.
Rusia dan Identitasnya
Dari apa yang sudah dipaparkan di tulisan pertama, kita dapat melihat gejala identitas sosial cukup lekat dengan dasar dari operasi militer ini. Identitas sosial tumbuh ketika satu atribut dianggap mengutungkan dan meningkatkan rasa percaya diri akibat bergabung degan kelompok. Teori tentang identitas sosial menekankan bahwa pengetahuan individu tentang keanggotaannya dalam kelompok sosial tertentu disertai dengan emosi dan nilai yang dianggap penting baginya dan seluruh anggota di dalamnya.
Apa yang ada di Rusia adalah suatu keunikan yang dapat dibanggakan oleh masyarakatnya walau dianggap sebagai “Eropa yang berbeda”. Termasuk ekspresinya terhadap dunia dan secara khusus pada Eropa-Amerika Utara (baca UE-AS). Tidak menjadi Eropa-Amerika tidak mengapa. Kebudayaan Rusia telah menjadi sejarahnya, yang membentuk identitas sosialnya. Pada perkembangannya, sebagaimana individu, masyarakat Rusia mengidentifikasi secara psikologis terhadap beberapa karakteristik signifikan dan secara sadar berbagi kehidupan bersama atas apa yang selama ini mereka alami. Dengan demikian identinas nasional Rusia menjadi khas.
Buah Westernisasi: Tidak jadi Western
Menjadi Eropa (baca: barat), ternyata tidak serta-merta diajak menjadi barat. Hal yang mirip terjadi pada Turki, yang melakukan westernisasi sebagai respon atas kemunduran performa Kesultanan Turki. Rusia dan Turki seakan menjadi Eropa yang dipinggirkan. Posisi Rusia yang tetap dianggap bukan Eropa berlanjut memasuki abad XX. Setelah PD II, Rusia (dulu Uni Soviet) yang awalnya bagian dari sekutu melawan Jerman NAZI malah diposisikan sebagai musuh. Adapun wujudnya adalah pembentukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Setelah Uni Soviet bubar tahun 1991, kebijakan NATO malah meluaskan ke negara-negara sekitar Rusia, tanpa mengajak dialog Rusia. Uni Eropa semakin menjepit Rusia, NATO dan UE-AS menjadi dominan di Eropa, yang pada akhirnya memosisikan Rusia untuk mengikuti arah kelompok dominan.
Meminjam konsep dari John W. Berry, kondisi Rusia dapat dikategorikan sebagai marjinalisasi. Marjinalisasi ketika kelompok dominan memaksakan kehendak terhadap kelompok lainnya yang menjadikannya turunnya minat untuk berhubungan dengan pihak lain yang berujung pada diskriminasi atau pengucilan. Rusia merasa dipojokkan dan perbedaan semakin tajam, padahal merasa telah memberi konsesi politik, ekonomi, dan militer terhadap NATO dan UE-AS.
Masa Lalu, Guru bagi Murid yang Belajar: Ingatan Kolektif
Bagi Rusia latar belakang Perang Patriotik Raya I dan II serta dampaknya adalah hal yang nyata dan menjadi pengalaman pahit. Keduanya dilatari adanya perjanjian yang dianggap tidak dipenuhi oleh Rusia. Konsekuensi yang diterima juga sangat mengerikan, jutaan orang mati. Rusia mengingat kejadian-kejadian itu sebagai luka, dianggap tidak jalankan perjanjian dan diserang oleh pihak yang dianggap juga bersepakat (Prancis dan Jerman). Kedua negara menyerang Rusia dengan gabungan bangsa/negara lain, yang dapat diasosiasikan sebagai pengeroyokan. Ini yang kemudian menjadi ingatan kolektif Rusia.
Ingatan kolektif adalah pengetahuan masa lalu yang diingat oleh individu, mengikat diri dan kelompoknya (kelompok, kelas, atau bangsa), yang disengaja dibangun oleh aktor-aktor institusional. Hal yang menjadi bagian ingatan kolektif umumnya adalah yang mengandung nilai emosional dari kelompok. Tidak mengherankan jika agar tetap hadir di dalam masyarakat, peristiwa itu diperingati atau dibangunkan monumennya. Beberapa bentuk ingatan kolektif masyarakat, Rusia selalu merayakan kemenangannya atas Jerman NAZI pada tanggal 9 Mei tiap tahunnya, capaian keberhasilan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.
Penutup
Artikel kedua ini mengkaji tentang Rusia dalam konteks operasi militer khusus. Rusia merasa terancam oleh perluasan keanggotaan aliansi asing. Rasa terancam ini bukan muncul dari proses seketika, tapi melalui proses panjang. Kajian yang bersifat psikologi, yakni penjelasan dengan pola pikir dan konsep psikologi dilakukan agar peristiwa ini tidak melulu dilihat dari aspek politik dan militer. Kajian psikologi membantu melihat gejala dengan lebih seksama dan bukan tidak mungkin dapat berkontribusi terhadap upaya penyelesaian masalah. Patut diingat pepatah lama, menang jadi arang, kalah jadi abu.