Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Oleh karena itu, orang tua umumnya ingin mengetahui setiap aspek kehidupan anak, seperti bagaimana proses belajarnya di sekolah, dengan siapa saja ia berteman, dan apa masalah yang sedang sedang dialami anak, agar orang tua dapat memastikan anak mereka dalam kondisi yang baik. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia, anak ternyata semakin membutuhkan privasi di dalam hidupnya. Kebutuhan ini umumnya akan semakin intens saat anak memasuki usia remaja.
Umumnya, seorang anak memasuki tahap perkembangan pra-remaja di usia 12 hingga 14 tahun, kemudian anak akan memasuki usia remaja di usia 15 tahun hingga 19 tahun. Tahap perkembangan remaja merupakan masa peralihan memasuki usia dewasa. Pada masa ini, remaja akan melalui proses separation-individuation, yaitu proses mendefinisikan ulang relasi remaja dan caregiver-nya, sehingga remaja dapat mulai membentuk sense of self. Proses ini penting untuk menyiapkan remaja menjadi seorang dewasa yang mandiri. Sebagai bagian dari proses ini, maka orang tua perlu mulai membuat batasan dengan memberinya privasi.
Kenyataannya, orang tua seringkali kesulitan untuk memberikan privasi bagi anak remajanya. Orang tua sudah terbiasa memiliki akses tidak terbatas dalam kehidupan anaknya sedari kecil. Ibarat genggaman tangan, orang tua sudah terbiasa menggenggam anak erat-erat dengan mengetahui, mengatur, dan mengendalikan semua aspek kehidupan anak. Namun, realita yang perlu diterima adalah bahwa orang tua perlu perlahan-lahan melepaskan genggaman tangannya. Artinya, orang tua perlu mulai memberikan privasi pada anak sebagai bagian dari proses kedewasaan.
Dengan memberi ruang bagi anak remaja untuk sedikit demi sedikit bebas menentukan pilihannya, anak akan mengembangkan modalitas dasar untuk menjalani hidup sebagai orang dewasa. Anak remaja memiliki ruang untuk lebih dalam mengeksplorasi perasaan, pikiran, minat sosial, dan preferensinya secara mandiri, sehingga dapat menentukan keputusan dan bertanggung jawab akan keputusannya tersebut. Ini adalah proses penting menuju dewasa. Jadi, silahkan orang tua memilih, ingin membantu anak menjadi pribadi yang dapat berdiri di atas kakinya sendiri ketika dewasa atau justru menjerumuskannya dengan kebergantungan yang besar pada orang tua?
Lantas, dari mana orang tua dapat memulai memberikan privasi bagi anak remajanya? Hal ini bisa dimulai dari langkah sederhana misalnya mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar anak, meminta izin ketika ingin mengakses barang-barang pribadinya, atau menanyakan kenyamanannya saat kita ingin melakukan sesuatu kepadanya. Hargai keputusan anak jika meminta waktu untuk sendiri, kecuali bila situasi tersebut mengancam keselamatan diri maupun orang lain.
Kedua, belajarlah mengembangkan kepercayaan (trust) dengan remaja. Di masa remaja ini, orang tua perlu belajar percaya bahwa anak dapat belajar mengambil keputusan, sementara anak perlu belajar untuk menghargai privasi dan kepercayaan yang diberikan orang tua. Ketiga, komunikasikan aspek dan batas di mana anak bisa memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan. Orang tua perlu belajar seni tarik-ulur dengan anak remajanya yang sedang mencoba menjadi dewasa.
Terakhir, tetap awasi dari jauh. Di masa ini, otak remaja masih belum berkembang optimal, sehingga mereka mungkin saja mengambil keputusan tanpa pertimbangan matang. Sediakan waktu khusus dengan anak untuk membicarakan setiap keputusan yang diambilnya. Kembangkanlah komunikasi yang positif tanpa memojokkan atau menghakiminya. Sekalipun ia melakukan kesalahan, orang tua dan remaja perlu memahami bahwa melakukan kesalahan adalah sesuatu yang wajar. Kita akan tetap dapat belajar dari kesalahan dan menjadi lebih baik lagi.