Kajian Psikologis Operasi Militer Khusus Rusia (Bag. 1): Kebutuhan Rasa Aman

Peperangan apapun alasannya tetap menjadi bencana kemanusiaan. Banyak hal buruk akan muncul dan pada akhirnya luka fisik dan psikologis akan membekas. Tulisan ini dibuat dalam suasana peperangan di Eropa Timur, antara Rusia dan Ukraina. Rusia menggelar operasi militer khusus terhadap Ukraina dengan beberapa alasan. Tulisan ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama mengenai mengenali Rusia secara singkat dan padat, sekaligus pengalamannya sebagai bangsa. Artikel kedua akan dilanjutkan dengan penjelasan secara psikologis gejala perang ini.

Rusia dan Identitasnya

Operasi militer khusus yang dilakukan oleh Rusia di Ukraina sejak Februari 2022 terkait dengan kebijakan pemerintah Ukraina yang ingin menjadi anggota NATO. Keanggotaan Ukraina di NATO kelak dipastikan diikuti kehadiran pangkalan militer NATO dan senjata yang mengarah pada Rusia. Hal ini yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Melihat NATO sebagai aliansi antara Amerika Serikat (AS) dengan hampir seluruh negara Eropa yang ekspansinya justru dinilai sebagai sebuah ancaman oleh Rusia tentu memunculkan sejumlah pertanyaan: Apakah Rusia tidak merasa bagian dari Eropa? Jika Rusia merasa bagian dari Eropa, mengapa Rusia merasa sedemikian terancam ketika negara-negara di sekitarnya secara bertahap menjadi anggota dari aliansi tersebut?

Vladimir Baranovsky, profesor di bidang hubungan internasional dari Moscow State Institute of International Relations, dalam makalahnya menyampaikan bahwa terdapat tiga pandangan mengenai hubungan Rusia dengan Eropa. Pertama, Rusia adalah Eropa, tetapi merupakan Eropa yang ‘berbeda’, yakni bisa dilihat sebagai Eropa yang terbelakang, Eropa yang terbaik (diwujudkan melalui para sastrawan dan kaum intelektualnya), atau Eropa dalam bentuk yang lain, yaitu Eropa yang berkembang dengan nilai-nilai ketimuran akibat pengaruh Kekaisaran Bizantium. Apapun itu, secara umum Rusia tetaplah Eropa, yang secara genetik diturunkan dari peradaban Kristen.

Pandangan kedua melihat Rusia sebagai bangsa yang lebih dekat dengan Asia. Ada dua hal yang mendasari pandangan kedua ini. Pertama, Rusia memang hidup dan berkembang dalam peradaban Kristen, tetapi Rusia hidup dalam peradaban Kristen Ortodoks yang berpusat di Bizantium. Sedangkan, Bizantium dianggap menyimpang oleh Kristen Eropa. Kedua, Rusia berada di bawah penjajahan Mongol selama dua setengah abad, yang mana selama itu pula Rusia diasingkan dari Eropa oleh bangsa asal Asia tersebut.

Terakhir, pandangan ketiga yang melihat bahwa Rusia terlepas dari Barat maupun Timur, karena Kristen Ortodoks menentang Kristen Eropa (sebagai representasi Barat atau Eropa) dan juga Islam (sebagai representasi Timur atau Asia). Dengan kata lain, Rusia memiliki jalan hidupnya sendiri.

Westernisasi: Upaya Rusia Menjadi Bagian Eropa

Bila melihat sejarah Rusia, tampaknya Eropa memang merupakan bangsa asing bagi Rusia. Oleh karena itu, bangsa ini pernah dipaksa oleh salah satu pemimpin besarnya, yaitu Tsar Peter Agung, untuk mengadopsi nilai-nilai dan mengikuti gaya hidup bangsa Eropa atau melakukan westernisasi pada abad-18. Sejarawan Rusia, Tatyana Chernikova, menyebutkan sejumlah perubahan yang diberlakukan oleh Peter, antara lain:

  1. Diubahnya perayaan tahun baru yang tadinya setiap tanggal 1 September (berdasarkan sistem kalender Bizantium) menjadi tanggal 1 Januari (mengikuti kalender Julian yang saat itu digunakan oleh Eropa).
  2. Dihapusnya anggapan mengenai penganut Kristen Barat (non-ortodoks) sebagai orang-orang yang sesat.
  3. Diwajibkannya para pria di Rusia untuk memotong jenggot mereka agar seperti pria Eropa, dan siapapun yang tidak menaati perintah tersebut akan didenda.
  4. Dijadikannya aktivitas merokok sebagai sesuatu yang umum sebagaimana di Eropa, padahal tadinya merokok secara resmi dilarang di Rusia.
  5. Dipotongnya bagian rok dari pakaian para bangsawan Rusia dan diwajibkannya mereka untuk mengenakan kaftan Jerman dan Hongaria.

 Masa Lalu, Guru yang bagi Murid yang Belajar

Rasa terancam itu sendiri bukan tanpa alasan. Mengutip sejarah singkat NATO yang terdapat pada situs resminya, salah satu tujuan utama dibentuknya aliansi tersebut adalah untuk melawan pengaruh Uni Soviet yang saat ini diwarisi oleh Federasi Rusia. Di sisi Rusia, perluasan NATO mirip dengan pengalaman buruk masa lalu ketika berbatasan langsung dengan negara yang memiliki perbedaan pandangan, yaitu ketika Rusia diinvasi oleh Napoleon (Prancis) pada Perang Patriotik Raya I dan oleh Hitler (Jerman Nazi) pada Perang Patriotik Raya II. Perang Patriotik Raya I, Rusia diinvasi Prancis akibat dianggap mengkhianati Perjanjian Tilsit yang mengharuskan Rusia mendukung upaya Prancis dalam mengisolasi Inggris. Perang Patriotik Raya II, Rusia diinvasi sebagai bagian dari politik Lebensraum (Ruang Hidup) Hitler, di mana Rusia (saat itu Uni Soviet) harus kehilangan puluhan juta warganya yang tewas akibat perang. Kedua peristiwa ini tentu sangat menyakitkan bagi Rusia, sehingga Rusia tidak ingin peristiwa serupa kembali terjadi, sekalipun Rusia memeroleh kemenangan pada akhirnya.

Penutup

Tulisan awal ini hendak menjelaskan terlebih dahulu kondisi Rusia. Sejarah yang panjang yang isinya adalah pengalaman-pengalaman yang membekas terasa menjadi landasan kebijakan saat ini. Kebijakan operasi militer khusus diambil karena potensi terancam yang semakin meningkat di sisi Rusia. Perasaan dianggap bukan Eropa karena beda identitas sosial, adaptasi budaya yang dirasakan tidak sepenuhnya menguntungkan, dan belajar dari pengalaman “diserang duluan” tampaknya adalah aspek-aspek psikologis yang dapat disimpulkan dari kondisi Rusia saat ini. Pada tulisan kedua aspek psikologis ini yang akan coba dipaparkan, dengan demikian pandangan psikologi dapat ikut menjelaskan gejala makro ini.

Authors

  • Muhammad Satria Akbar adalah mahasiswa Prodi Rusia di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dengan lingkup pendidikan pada bidang Kewilayahan, Sastra, dan Linguistik.

    View all posts
  • Eko A Meinarno, dosen psikologi sosial di Universitas Indonesia. Kajian yang digeluti adalah psikologi sosial dan psikologi kebangsaan.

    View all posts
Bagikan artikel ini

Artikel terkait