battered woman syndrome

Mengenal Battered Woman Syndrome (BWS) dan Penanganannya Melalui Psikologi Forensik

Rumah seharusnya menjadi tempat kita memperoleh kedamaian, kenyamanan, dan keamanan. Sayangnya, bagi sejumlah orang, rumah justru menjadi tempat yang mengerikan di mana berbagai masalah bermuara di dalamnya. Salah satu masalah besar dalam rumah tangga terjadi ketika seorang figur suami merasa seorang istri sebagai properti, sehingga suami mencari berbagai cara agar dirinya bisa mengontrol istri. Tidak jarang kekerasan menjadi satu cara yang dipilih. Kondisi tersebut bisa menjadi faktor berkembangnya isu terkait Battered Woman Syndrome (BWS) pada kaum perempuan.

Battered Woman Syndrome (BWS) adalah dugaan tindak kekerasan, mulai secara fisik hingga psikologis, yang dirasakan oleh perempuan. Pada umumnya, perempuan yang mengalami BWS menunjukkan sejumlah pertanda, seperti merasa tidak berdaya, merendahnya harga diri, munculnya gangguan fungsi psikologis, dan mengalami kewaspadaan yang berlebihan. Dalam hal keilmuan dan penerapannya, psikologi forensik dapat berperan penting dalam berbagai kasus BWS. Kemampuan psikolog forensik dalam melakuan asesmen terhadap perempuan yang mengalami BWS dapat membantu para korban dalam ranah hukum.

Dalam hal ini, psikolog forensik dapat menguji serta mendalami riwayat hubungan, riwayat kekerasan yang dialami, intensi meninggalkan hubungan, serta perasaan atau emosi korban. Salah satu metode asesmen yang bisa dilakukan terhadap perempuan dengan BWS adalah dengan menggunakan alat ukur Abusive Behavior Observation Checklist (ABOC) yang dikembangkan oleh Mary Ann Dutton. Alat ukur tersebut dilengkapi dengan panduan observasi secara langsung, serta struktur wawancara pihak yang terlibat dalam Power and Control Wheel atau biasa disebut Roda Kekuasaan dan Kontrol.

Melalui hasil asesmen tersebut, disertai berbagai bukti pendukung lainnya, psikolog forensik juga dapat berperan menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus BWS. Berbagai keterangan yang dikumpulkan dapat berkontribusi sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan hingga penjatuhan hukuman pada pelaku.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh psikolog forensik yaitu memberikan bantuan kepada korban jika kekerasan terjadi kembali. Terdapat tiga macam bantuan yang diberikan. Pertama, pemberian saran secara pribadi kepada korban untuk sedapat mungkin menjauh atau menghilang beberapa saat dari pelaku. Kedua adalah melalui pertolongan informal, yaitu meminta bantuan kepada tetangga atau orang terdekat korban saat itu untuk mengawasi keadaan korban dan tindakan pelaku. Terakhir adalah pertolongan formal, yaitu membantu korban dengan mencari pertolongan polisi dan memintanya melaksanakan prosedur yang berlaku.

Authors

Bagikan artikel ini

Artikel terkait