Tahapan Proses Parenting dan Otoritas Orang Tua

Menjadi orang tua menjadi suatu hal yang mungkin paling ditunggu ketika memasuki dunia pernikahan. Meski demikian, menjadi orang tua merupakan suatu hal yang mungkin tidak gampang. Menurut penulis, proses parenting merupakan proses pembelajaran bagi orang tua seumur hidup. Mengapa? Karena dalam setiap perubahan tahapan perkembangan, seorang anak akan memiliki tugas perkembangan tertentu yang tentunya akan membawa berbagai perubahan dalam kehidupan.

Tentunya, ketika anak memasuki tahapan perkembangan yang berbeda, orang tua juga perlu mempraktikkan parenting yang sesuai dengan tahapan perkembangan tersebut. Ketika memasuki dunia kanak-kanak awal (anak usia 0-2 tahun), anak belum bisa melakukan apapun sendiri. Maka, anak akan bergantung penuh kepada orang tua. Dalam hal ini, orang tua perlu mempersiapkan anak dalam segala hal, baik dalam makanan, pelayanan self care, baik fisik maupun psikis, serta pengawasan-pengawasan keamanan bagi anak. Orang tua bahkan perlu begadang untuk bisa memenuhi keperluan-keperluan anak baik fisik maupun psikisnya.

Memasuki usia usia 2-6 tahun, orang tua perlu untuk mengurangi otoritasnya karena anak sudah bisa dilatih untuk melakukan beberapa aktivitas sendiri seperti toilet training, makan, dan mungkin juga belajar untuk tidur sendiri. Anak di masa kanak-kanak tengah ini juga bisa dilatih untuk bisa memahami aturan-aturan yang berlaku, sehingga otonomi anak sudah bisa dikembangkan lebih dibanding pada masa kanak-kanak awal yang memang orang tua harus memegang peranan dalam seluruh kehidupan anak.

Ketika memasuki tahapan perkembangan selanjutnya, yaitu kanak-kanak akhir (7-11 tahun), otoritas orang tua juga akan makin berkurang. Anak-anak usia ini mulai bisa diberikan tanggung jawab lebih terutama dalam berbagai hal seperti self care dan belajar untuk membuat suatu keputusan, dalam pengawasan orang tua. Beberapa hal seperti menentukan hal-hal yang disukai dalam pertemanan, maupun hal-hal yang ingin dikerjakan dalam kegiatan sehari-hari, anak-anak terkadang mulai menunjukkan keinginan sendiri. Walaupun belum berani memutuskan sendiri dan masih sering bertanya kepada orang tua, otonomi sudah mulai ditunjukkan oleh anak di usia ini.

Kemudian masa remaja (usia 12-17 tahun), adalah masa transisi untuk pindah dari masa kanak-kanak lalu mencoba masuk ke masa dewasa. Di masa ini, anak-anak mulai berusaha untuk membuktikan diri bahwa dirinya bisa dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih lagi. Remaja biasanya mulai ingin bisa memutuskan keputusan sendiri dalam berbagai aspek yang lebih besar seperti keputusan dalam pertemanan, jurusan-jurusan di sekolah, dan minat-minat yang mungkin juga berhubungan dengan tujuan jangka panjang. Orang tua dalam hal ini perlu belajar memberikan kesempatan kepada remaja untuk menunjukkan otonominya, serta menghargai otonomi tersebut. Walau demikian, masih perlu tetap diberikan pengawasan, mengingat terkadang remaja masih bingung dalam memutuskan berbagai hal dalam kehidupannya.

Memasuki masa dewasa awal (usia 18-21 tahun), tentunya otoritas orang tua akan jauh berkurang dibanding masa remaja. Pada masa ini, seseorang sudah mulai memahami tujuan hidup yang dicapai dan sudah memiliki perencanaan-perencanaan dalam hidup. Dalam hal ini, orang tua perlu menempatkan diri sebagai teman diskusi bagi anak-anak yang sudah berusia dewasa, serta lebih mengakui otonomi anak, sehingga anak-anak usia ini bisa merasa lebih dihargai dan mampu untuk memilih hal-hal yang berhubungan dengan tujuan hidup jangka panjang. Memasuki usia dewasa madya (21 tahun ke atas), otoritas orang tua sudah akan tergantikan dengan pasangan hidup yang telah dipilih oleh anak sebagai teman diskusi. Dalam beberapa kesempatan, individu di usia ini mungkin masih akan datang ke orang tua untuk berdiskusi mengenai pilihan-pilihan hidup yang akan dipilih dalam mencapai beberapa hal penting dalam hidupnya, tetapi keputusan-keputusan yang diambil biasanya berdasarkan kepada keinginan sang anak sebagai pribadi yang lebih bebas.

Orang tua perlu memahami bahwa dalam setiap tahap perkembangan anak, otoritas parenting mereka akan terus berkurang. Konflik yang sering terjadi dalam relasi orang tua-anak adalah orang tua sering kurang memahami setiap tahapan yang tengah dilalui sang anak, sehingga tetap ingin memiliki otoritas penuh dalam setiap keputusan anak. Mungkin artikel ini bisa menjadi bahan perenungan bagi orang tua dalam mengembangkan proses parenting yang penting untuk membentuk hubungan yang harmonis dengan anak.

Author

Bagikan artikel ini

Artikel terkait