Pertanyaan tersebut terlontar dari muluta salah satu keponakan penulis yang saat itu berusia 4 tahun. Ia menanyakan keberadaan kakeknya, yang biasa ia panggil “Genpa”, setelah satu tahun kakeknya meninggal. Ibunya menceritakan bahwa setelah satu tahun kakeknya berpulang, sang anak beberapa kali menanyakan keberadaan kakeknya. Sang ibu lalu memberikan penjelasan bahwa Genpa pergi ke surga. Bagi anak yang berumur 4 tahun, konsep surga merupakan hal yang belum sepenuhnya dimengerti. Lalu, bagaimana cara yang lebih tepat dalam menjelaskan kematian pada balita?
Pertanyaan seperti di atas mungkin saja akan terlontar dari balita lain yang mengalami proses duka dan kehilangan orang yang dikasihi. Sebagai orang tua, kita berupaya menjawab pertanyaan anak dengan kemampuan yang kita miliki, termasuk jawaban bahwa yang meninggal akan pergi ke surga. Namun, hal tersebut mungkin belum sepenuhnya dipahami oleh anak. Jean Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif usia 4 tahun memasuki tahapan pra-operasional, di mana kemampuan kognitif anak belum sepenuhnya matang seperti orang dewasa.
Kemampuan kognitif pada tahap pra-operasional dicirikan dengan kemampuan simbolis, mulai memahami angka, mulai mengembangkan kemampuan empati, mulai mengembangkan proses berpikir. Konsep yang abstrak, seperti surga, agak sulit dipahami dan perlu kematangan berpikir (setelah melewati fase operasional yang konkrit praktis di usia 7-11 tahun). Balita juga belum memahami bahwa kematian merupakan kondisi permanen, tidak dapat dihindari dan akan terjadi pada setiap makhluk hidup.
Lalu bagaimana menjelaskan mengenai konsep kematian dan surga kepada anak balita? Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan:
- Berikan penjelasan yang konkret, misalnya, dengan menjelaskan bahwa Genpa sudah meninggal, berarti Genpa tidak bisa bersama kita lagi, tidak bisa makan, tidak bisa berjalan, dan kita tidak bisa bertemu lagi.
- Menggunakan buku cerita dengan tema kematian pada salah satu karakternya. Dengan membacakan buku cerita dan menanyakan kepada balita mengenai isi cerita, ia diharapkan bisa memahami konsep kematian. Ibu juga menggunakan ilustrasi binatang peliharaan yang mati, misalnya jika ikan peliharaan mati, maka ikan tersebut tidak akan bisa berenang dan makan.
- Memberikan penjelasan bahwa peristiwa meninggal akan menyebabkan kesedihan dan bisa diekspresikan dalam bentuk tangisan. Yakinkan balita bahwa menangis karena sedih merupakan hal yang wajar. Orang tua juga bisa mengajarkan anak untuk menerjemahkan perasaan yang dialami dalam bentuk kata-kata, seperti perasaan sedih yang diekspresikan dengan “Aku sedih karena ngga bisa bertemu Genpa”.
Orang tua perlu mengamati dan mendengarkan apa yang balita sampaikan dan rasakan terkait dengan kematian orang-orang terdekatnya. Alangkah baiknya jika orang tua tidak menghindari topik mengenai kedukaan dan kehilangan, dan justru menjelaskan dengan sebaik mungkin kepada balita. Proses berduka merupakan sesuatu yang sulit namun perlu dilalui. Harapannya, setelah sekian waktu berlalu, kita bisa mengenang orang yang meninggal dengan penuh cinta dan mengingat kenangan baik, dan akan menguatkan kita dalam menjalani hidup.
Little by little we let go of loss, but never of love
-unknown