“Chasing rainbows”, sebuah ungkapan yang terkesan positif, tetapi ternyata memiliki makna yang sama sekali berbeda. Mengapa demikian? Mengejar ujung pelangi adalah hal yang hampir mustahil dilakukan. Di ranah psikologi, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan bagaimana kompleksitas masa transisi dari pendidikan ke dunia kerja (school-to-work) yang dialami oleh genarasi muda saat ini. Lalu, bagaimana gambaran generasi muda saat ini dalam “mengejar ujung pelangi” dalam pekerjaan mereka?
Semenjak memasuki masa “gig economy”, terjadi berbagai perubahan dan pergeseran dalam dunia kerja yang menyebabkan hasil penelitian dan kebijakan dunia pendidikan-pekerjaan selama 30 tahun terakhir menjadi tidak lagi relevan. “Gig economy” sendiri merupakan perubahan kondisi di dunia kerja saat ini yang dicirikan dengan perusahaan yang berupaya untuk memksimalkan keuntungan melalui pengurangan biaya tenaga kerja, penghapusan perlindungan pekerja, dan membebankan biaya pendidikan dan pelatihan kepada pekerja. Oleh karena itu, pada masa “gig economy” pekerjaan kontrak baik full-time ataupun part-time menjadi semakin populer. Daripada mempekerjakan karyawan tetap (permanent) dan full-time, banyak perusahaan yang merekrut pekerja berdasarkan keterampilan spesifik yang dibutuhkan diwaktu tertentu.
Generasi muda juga lebih memilih pekerjaan tidak tetap dengan alasan fleksibilitas. Akan tetapi, kondisi tersebut rentan menyebabkan terjadinya “underemployment”, yakni kondisi di mana pekerja memiliki kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan keterampilan yang dibutuhkan (over-qualified), memiliki jam kerja yang lebih sedikit dari yang diharapkan dan tidak mendapatkan bayaran yang sesuai dengan level pendidikan atau keterampilan yang dimiliki.
Melihat fonomena underemployment tersebut, tim riset dari University of Melbourne Graduate School of Education, Australia melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitif dan kualitatif untuk mengetahui apakah level pendidikan berkaitan dengan jaminan kerja (job security), kepuasan kerja (job satisfaction), dan kesesuaian antara bidang pendidikan dan pekerjaan (job/study match). Penelitian dilakukan pada populasi dewasa muda di Australia dan data dikumpulkan setelah mereka 11 tahun lulus dari bangku kuliah dan saat ini sedang bekerja. Jeda waktu 11 tahun dipilih karena diperkirakan selama selang waktu tersebut mereka sudah berada di jenjang karier yang memungkinkan untuk merasakan jaminan dan kepuasan kerja.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, bahkan gelar S1 dan S2, tidak berkaitan dengan jaminan kerja, kepuasan kerja dan kesesuaian antara latar belakang pendidikan dan bidang pekerjaan yang ditekuni. Dengan kata lain, pendidikan tinggi tidak lagi menjadi faktor proteksi dan tidak menjamin individu dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang diimpikan. Akan tetapi, keterampilan spesifik yang dimiliki (berbagai keterampilan yang sudah tersertifikasi) lebih memberikan jaminan kerja, yang kemudian juga turut mempengaruhi kepuasan kerja individu.
Saat ini telah terjadi pergeseran trend di dunia kerja, di mana pekerjaan tidak tetap atau kerja kontrak tidak lagi menjadi alternatif sementara sebelum mendapatkan pekerjaan tetap. Akan tetapi, pekerjaan kontrak sudah menjadi “new normal”, sehingga generasi muda perlu melakukan berbagai penyesuaian. Mendapatkan jaminan dan kepuasan kerja, serta bekerja di bidang yang sesuai dengan latar belakang pendidikan manjadi semakin sulit untuk dicapai dalam kondisi “new normal” tersebut. Generasi muda pada akhirnya tidak lagi menjadikan jaminan kerja sebagai prioritas utama, mereka menerima kondisi bahwa latar belakang pendidikan mereka lagi relevan dengan pekerjaannya.
Jika diperlukan, mereka mengembangkan keterampilan lain yang dibutuhkan di bidang pekerjaannya saat ini. Peluang kerja dan masa depan yang semakin tidak terprediksi merupakan tantangan bagi generasi muda untuk merencanakan masa depannya, terutama mereka yang masih berada di bangku pendidikan. Hasil penelitian ini memberikan insight bagi institusi pendidikan agar tidak hanya fokus pada pembelajaran akademik, melainkan juga perlu membekali generasi muda dengan berbagai keterampilan agar mereka menjadi generasi yang optimis dan resilien dalam menyongsong masa depan.
Artikel ini merupakan ringkasan dari artikel ilmiah “Chasing rainbows: How many educational qualifications do young people need to acquire meaningful, ongoing work?” oleh Chesters & Wyn (2019) yang diterbitkan di Journal of Sociology.