Kebahagiaan sering dianggap sebagai salah satu pilar kualitas hidup. Namun, pada kenyataannya tidak selalu demikian. Sebuah penelitian yang meninjau sejumlah penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa ada kalanya pada kondisi dan situasi tertentu, kebahagiaan justru memiliki konsekuensi negatif terhadap kesejahteraan psikologis. Lalu, kapan kebahagiaan menampilkan sisi kelamnya?

Pertama, kebahagiaan bisa berdampak buruk ketika dirasakan dalam intensitas yang berlebihan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa tingkat kebahagiaan yang sangat tinggi dapat mengganggu kesejahteraan psikologis pada kelompok masyarakat umum dan bahkan berkaitan erat dengan disfungsi psikologis pada kelompok masyarakat yang memiliki gangguan klinis.

Kedua, emosi bahagia yang dirasakan di waktu yang tidak tepat dapat membahayakan kesejahteraan psikologis. Emosi yang kita rasakan, baik positif maupun negatif, memiliki dampak terhadap bagaimana kognisi kita memproses informasi. Emosi bahagia membuat kita cenderung memberi atensi pada hal-hal yang menyenangkan dan lalai pada hal-hal lain yang memiliki potensi bahaya. Hal ini membuat kita rentan merespon lebih lambat terhadap situasi-situasi yang berisiko. Sebaliknya, dalam situasi serupa, emosi takut dapat memandu kita lebih cepat dalam bereaksi karena ketika kita takut, kognisi kita lebih memberi atensi pada hal-hal yang berpotensi membahayakan.

Selanjutnya, upaya seseorang dalam mengejar dan mencapai kebahagiaan dapat menjadi bumerang bagi kesehatan mental. Beberapa penelitian menemukan efek paradoks dari kebahagiaan, yaitu semakin keras kita berupaya mengejar kebahagiaan, maka semakin mungkin kita kecewa terhadap apa yang kita raih, dan kemudian menjadi tidak bahagia akibat dari kekecewaan tersebut. Tidak hanya itu, penelitian juga menemukan bahwa semakin kita menilai penting kebahagiaan dan berusaha mengejarnya, semakin kita merasa kesepian. Hal ini dapat terjadi karena ketika kita berusaha keras mencapai kebahagiaan, kita cenderung mengorbankan hubungan kita dengan orang lain, sehingga kita merasa kesepian.

Terakhir, tipe kebahagiaan yang kita rasakan dapat menentukan konsekuensinya terhadap kesejahteraan psikologis kita. Terdapat dua jenis kebahagiaan yang dapat memiliki konsekuensi negatif. Pertama, yaitu kebahagiaan (atau emosi positif) yang dapat mengganggu fungsi sosial, seperti hubristic pride (rasa bangga yang angkuh), yaitu rasa bangga yang muncul tanpa adanya usaha yang setimpal. Hubristic pride memiliki kaitan erat dengan agresivitas kepada orang lain dan perilaku antisosial, sehingga dapat menyebabkan konsekuensi sosial yang negatif. Kedua, yaitu kebahagiaan yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya. Tiap budaya memiliki penekanan pada emosi positif apa yang dinilai penting. Kebahagiaan jenis tertentu bisa menjadi adaptif di satu budaya, tetapi bisa menjadi maladaptif di budaya yang lain.

Kesimpulannya, kebahagiaan merupakan keadaan emosional yang dapat meningkatkan kesehatan psikologis. Namun, di sisi lain, merasakan kebahagiaan yang berlebihan, merasa bahagia di waktu yang tidak tepat, mengejar kebahagiaan dengan cara yang salah, dan mengalami jenis kebahagiaan yang salah dapat membawa kita kepada sejumlah masalah psikologis. Oleh karena itu, kita perlu lebih memahami konsekuensi dari pengalaman emosional yang sedang kita rasakan.

 

Artikel ini merupakan ringkasan dari artikel ilmiah “A Dark Side of Happiness? How, When, and Why Happiness Is Not Always Good” oleh Gruber, Mauss, & Tamir (2011) yang diterbitkan di jurnal Perspectives on Psychological Science.

Author

  • Sunu Bagaskara

    Sunu Bagaskara adalah staf pengajar dan peneliti di Fakultas Psikologi Universitas YARSI dengan kajian di bidang Psikologi Sosial, Psikologi Lalu-lintas, dab Sosial Kognitif

    View all posts
Bagikan artikel ini

Artikel terkait