“Phone a Friend”: Peran Peer Group Sebagai Upaya Pencegahan Bunuh Diri di Era Pandemi

Sepanjang masa pandemi Covid-19 dari awal tahun 2020 hingga awal tahun 2022 terdapat sejumlah peristiwa tragis yang berkaitan dengan kasus bunuh diri. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia selama pandemi ini di antaranya, kasus siswa SMP di Tarakan yang tewas bunuh diri di kamar mandi rumah, lantaran stres tugas menumpuk semasa PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Kemudian, kasus bunuh diri seorang ibu rumah tangga di Wonogiri lantaran stres terlilit hutang dan terus menerus mendapat teror dari penyedia jasa pinjaman online (pinjol). Selanjutnya masih kasus yang serupa yaitu tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh pasien COVID-19 berusia 43 tahun di Rumah Sakit Haji, Surabaya. Polisi menduga bahwa, pasien mengalami stres dikarenakan tertular virus COVID-19 dan harus menjalani isolasi dengan ketat.

Berdasar penelitian terdahulu yang mengkaji penyebab keinginan untuk bunuh diri, tersebutlah beberapa faktor, seperti hopelessness, hilangnya motivasi, hingga kecemasan dan overthinking. Selain ketiga faktor tersebut, terdapat faktor lain yang berpengaruh seperti misalnya kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sekitar, keluarga, kerabat, serta teman sebaya.

Jika diamati, maraknya bunuh diri di era pandemi ini didominasi karena kurangnya pemahaman dan pengarahan terkait cara untuk mengatasi problematika yang semakin menumpuk. Hal ini membuat korban mengalami kesulitan dalam meregulasi emosi, sehingga berdampak pada psikologis individu. Oleh karena itu, diperlukan peran dari external sebagai support system. Salah satunya yaitu dengan peran peer group atau kelompok sebaya. Peer group adalah sekelompok individu yang merasa memiliki kesamaan antar anggotanya, sehingga mereka dapat menemukan jati dirinya, meningkatkan rasa sosial dan solidaritas, yang itu selaras dengan berkembangnya kepribadian masing-masing. Menurut penelitian sebelumnya, pengaruh peer group lebih besar daripada keluarga, lantaran kebanyakan orang khususnya remaja lebih suka menceritakan keluh kesahnya terhadap teman sebaya atau teman terdekatnya.

Besarnya pengaruh peer group tersebut mendorong penulis untuk mencoba memperkenalkan metode “Phone a Friend“, sebagai salah satu upaya “Memanggil” dukungan peer group untuk mengatasi permasalahan. Artinya, ketika dalam masa sulit, individu dapat “memanggil” temannya sebagai support system yang dibutuhkan. Caranya, ketika individu sedang berada pada fase yang “tidak baik-baik saja”, maka individu dapat bercerita kepada positive peer group, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan berbagai media. Hal tersebut merupakan hal wajar dan dapat dilakukan oleh berbagai kalangan. Harapannya, “Phone a Friend” dapat menghentikan niat individu yang ingin melakukan tindakan ekstrim seperti bunuh diri. Dengan memiliki positive peer group sebagai support system, individu akan mampu secara terbuka menyampaikan perasaan, pikiran dan tindakan yang “Galau”. Kehadiran, perhatian, dan dukungan yang wajar dari orang lain dapat memberikan motivasi, mengubah pola pikir individu yang semula berniat untuk bunuh diri guna menghindar dari segala permasalahan, menjadi semangat untuk mempertahankan hidupnya dan membatalkan niatnya tersebut.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak mampu hidup sendiri tanpa orang lain. Dari beberapa kasus bunuh diri yang dipaparkan, terlihat bahwa korban kurang memiliki support system, sehingga tidak ada yang mengarahkan dan memotivasi bagaimana tindakan yang semestinya diambil untuk menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi. Salah satu upaya yang ditawarkan untuk mencegah terjadinya tindakan bunuh diri yaitu dengan metode Phone a Friend, di mana yang menjadi peran utama dalam metode ini yaitu positive peer group.

Authors

Bagikan artikel ini

Artikel terkait